Berdoa dengan Jujur

Rabu, 23 Agustus 2023 – Hari Biasa XX

186

Matius 20:1-16a

“Adapun hal Kerajaan Surga sama seperti seorang tuan rumah yang pagi-pagi benar keluar mencari pekerja-pekerja untuk kebun anggurnya. Setelah ia sepakat dengan pekerja-pekerja itu mengenai upah sedinar sehari, ia menyuruh mereka ke kebun anggurnya. Kira-kira pukul sembilan pagi ia keluar pula dan dilihatnya ada lagi orang-orang lain menganggur di pasar. Katanya kepada mereka: Pergi jugalah kamu ke kebun anggurku dan apa yang pantas akan kuberikan kepadamu. Dan mereka pun pergi. Kira-kira pukul dua belas dan pukul tiga petang ia keluar pula dan melakukan sama seperti tadi. Kira-kira pukul lima petang ia keluar lagi dan mendapati orang-orang lain pula, lalu katanya kepada mereka: Mengapa kamu menganggur saja di sini sepanjang hari? Kata mereka kepadanya: Karena tidak ada orang mengupah kami. Katanya kepada mereka: Pergi jugalah kamu ke kebun anggurku. Ketika hari malam tuan itu berkata kepada mandurnya: Panggillah pekerja-pekerja itu dan bayarkan upah mereka, mulai dengan mereka yang masuk terakhir hingga mereka yang masuk terdahulu. Maka datanglah mereka yang mulai bekerja kira-kira pukul lima dan mereka menerima masing-masing satu dinar. Kemudian datanglah mereka yang masuk terdahulu, sangkanya akan mendapat lebih banyak, tetapi mereka pun menerima masing-masing satu dinar juga. Ketika mereka menerimanya, mereka bersungut-sungut kepada tuan itu, katanya: Mereka yang masuk terakhir ini hanya bekerja satu jam dan engkau menyamakan mereka dengan kami yang sehari suntuk bekerja berat dan menanggung panas terik matahari. Tetapi tuan itu menjawab seorang dari mereka: Saudara, aku tidak berlaku tidak adil terhadap engkau. Bukankah kita telah sepakat sedinar sehari? Ambillah bagianmu dan pergilah; aku mau memberikan kepada orang yang masuk terakhir ini sama seperti kepadamu. Tidakkah aku bebas mempergunakan milikku menurut kehendak hatiku? Atau iri hatikah engkau, karena aku murah hati?

Demikianlah orang yang terakhir akan menjadi yang terdahulu.”

***

“Atau iri hatikah engkau, karena aku murah hati?”

Pernahkah kita merasa diperlakukan secara tidak adil oleh kehidupan ini atau oleh orang lain? Mengapa kita yang harus mengalaminya? Apakah kita kemudian pernah terpikir untuk bercerita kepada Tuhan tentang betapa kita sangat marah karena iri?

William A. Barry SJ memberi inspirasi kepada kita dengan mengatakan bahwa relasi kita dengan Tuhan akan semakin dalam lewat doa yang jujur. Contoh pendoa yang jujur adalah pemazmur dan para nabi dalam Perjanjian Lama. Keluhan Nabi Yeremia, misalnya.

Sang nabi mengeluh kepada Tuhan, “Engkau memang benar, ya TUHAN, bilamana aku berbantah dengan Engkau! Tetapi aku mau berbicara dengan Engkau tentang keadilan: Mengapakah mujur hidup orang-orang fasik, sentosa semua orang yang berlaku tidak setia? Engkau membuat mereka tumbuh, dan mereka pun juga berakar, mereka tumbuh subur dan menghasilkan buah juga. Memang selalu Engkau di mulut mereka, tetapi jauh dari hati mereka. Ya TUHAN, Engkau mengenal aku, Engkau melihat aku, dan Engkau menguji bagaimana hatiku terhadap Engkau (Yer. 12:1-3).

Tentang kemarahan karena iri atau karena yang lainnya, seorang imam bercerita bahwa ia pernah marah kepada Tuhan sampai berkata, “Engkau adalah Tuhan dan Engkau lebih besar daripada aku. Itulah kenyataannya dan pastilah Engkau akan menang lagi. Akan tetapi, biarlah aku mengatakan sesuatu kepada-Mu: Kalau aku jadi Engkau dan Engkau jadi aku, aku tidak akan memperlakukan Engkau seperti ini.” Ia merasa lega dan setelahnya agak terhibur.

Kalau kita benar-benar terlibat dalam dialog dengan Yesus, kita akan melihat sikap Yesus, dan kita akan menjadi sadar bahwa kita perlu berubah atau mengakui ketidakmampuan kita untuk berubah dan mohon pertolongan. Kalau kita benar-benar berbicara kepada Tuhan, tidak ada pilihan lain selain mengambil sikap Tuhan sendiri terhadap mereka yang membuat kita marah. Kalau kita mengalami Tuhan yang mendengarkan kemarahan kita, pelan-pelan kita akan menyadari bahwa Tuhan mengasihi musuh kita seperti Dia mengasihi kita. Jadi, berdoa dengan jujur bisa mengubah kita.

*Diolah dari William A. Barry SJ, Berdoa dengan Jujur, Yogyakarta: Kanisius, 2016.