Berikan Belas Kasihan, Bukan Persembahan

Kamis, 21 September 2023 – Pesta Santo Matius

120

Matius 9:9-13

Setelah Yesus pergi dari situ, Ia melihat seorang yang bernama Matius duduk di rumah cukai, lalu Ia berkata kepadanya: “Ikutlah Aku.” Maka berdirilah Matius lalu mengikut Dia. Kemudian ketika Yesus makan di rumah Matius, datanglah banyak pemungut cukai dan orang berdosa dan makan bersama-sama dengan Dia dan murid-murid-Nya. Pada waktu orang Farisi melihat hal itu, berkatalah mereka kepada murid-murid Yesus: “Mengapa gurumu makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?” Yesus mendengarnya dan berkata: “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit. Jadi pergilah dan pelajarilah arti firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa.”

***

Yesus itu unik. Namun, bagi kaum Farisi, keunikan-Nya meresahkan. Kaum religius yang merasa diri nan suci itu menempatkan diri sebagai kelompok terhormat yang eksklusif. Status dan kesucian penting bagi mereka. Wajib hukumnya menjaga perilaku dengan siapa mereka bergaul demi menghindari kenajisan, jangan sampai diri dan nama mereka ikut tercemar. Yesus berbeda. Ia justru melakukan yang bertolak belakang karena berprinsip, “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit.” Dengan ini, Yesus menegaskan misi-Nya, yakni memanggil orang berdosa, bukan orang benar.

Pekerjaan sehari-hari Matius adalah penagih pajak. Pekerjaan itu membuatnya dianggap berdosa. Ia dipandang sebagai pendosa najis karena bekerja untuk orang asing dan sering melakukan praktik-praktik yang tidak jujur, seperti memeras dan korupsi. Tepatlah dia diberi julukan Matius, si pemungut cukai.

Saat melihat Matius, Yesus jelas tahu siapa orang itu. Meskipun demikian, bukannya menghindar atau menolak, Ia malah meminta Matius untuk mengikuti-Nya. Dari meja cukai, mereka pun pindah ke meja perjamuan di rumah si pemungut cukai. Acaranya pun spesial, yakni makan bersama para pendosa dan pemungut cukai. Yesus tidak sendirian, murid-murid-Nya ikut makan bersama. Apa yang sebenarnya ingin diajarkan sang Guru kepada para murid sekaligus kumpulan orang berdosa itu?

Makan bersama itu bukan demi menikmati santapan enak atau sekadar bersenang-senang, melainkan demi memanggil para pendosa untuk menerima belas kasihan Allah yang ditawarkan melalui Yesus. Perjamuan adalah simbol persaudaraan, penerimaan tanpa sekat, persaudaraan yang inklusif. Bagaimana keselamatan mau ditawarkan jika ada jarak dan sekat yang menghalangi? Melalui apa firman dan pewartaan Kabar Baik akan sampai ke telinga dan hati mereka jika bukan melalui meja perjamuan yang mampu meleburkan segala sekat?

Yesus meminta kepada Matius, “Ikutlah Aku.” Ini sebuah ajakan, tawaran terbuka kepada Matius, si pendosa. Yesus dengan tegas menyatakan siapa diri-Nya. Ia bukanlah Tuhan yang eksklusif, milik sekelompok orang saja. Ia terbuka pada semua orang, termasuk mereka yang berdosa. Di akhir kisah, Yesus meminta orang Farisi untuk memahami misi-Nya. Bagi Yesus, orang Farisi yang merasa tahu benar akan hukum Taurat masih perlu belajar mengenai hukum cinta kasih. Ia berkata, “Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan.”

Dalam kehidupan sehari-hari, mungkin kita juga berperilaku seperti orang Farisi. Kita menghindari pendosa karena merasa diri lebih baik, benar, suci, dan takut tercemari. Kita menjaga jarak demi menjaga nama baik dan keselamatan diri sendiri. Namun, dengan begitu, kita lupa akan peran dan tugas kita sebagai murid Yesus, yaitu berbelaskasihan dan membawa keselamatan bagi semua orang. Itulah tugas utama murid sejati, yakni menghadirkan belas kasihan Tuhan.