Menanti Kedatangan Tuhan dengan Berpuasa

Senin, 15 Januari 2024 – Hari Biasa Pekan II

108

Markus 2:18-22

Pada suatu kali ketika murid-murid Yohanes dan orang-orang Farisi sedang berpuasa, datanglah orang-orang dan mengatakan kepada Yesus: “Mengapa murid-murid Yohanes dan murid-murid orang Farisi berpuasa, tetapi murid-murid-Mu tidak?” Jawab Yesus kepada mereka: “Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berpuasa sedang mempelai itu bersama mereka? Selama mempelai itu bersama mereka, mereka tidak dapat berpuasa. Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka, dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa. Tidak seorang pun menambalkan secarik kain yang belum susut pada baju yang tua, karena jika demikian kain penambal itu akan mencabiknya, yang baru mencabik yang tua, lalu makin besarlah koyaknya. Demikian juga tidak seorang pun mengisikan anggur yang baru ke dalam kantong kulit yang tua, karena jika demikian anggur itu akan mengoyakkan kantong itu, sehingga anggur itu dan kantongnya dua-duanya terbuang. Tetapi anggur yang baru hendaknya disimpan dalam kantong yang baru pula.”

***

Setelah memanggil Lewi, seorang pemungut cukai, untuk menjadi murid-Nya, Yesus bersoal jawab dengan orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat mengenai puasa. Orang Yahudi pada umumnya berpuasa pada hari raya penghapusan dosa atau pendamaian, sebagaimana dikatakan dalam kitab Imamat: “Inilah yang harus menjadi ketetapan untuk selama-lamanya bagi kamu, yakni pada bulan yang ketujuh, pada tanggal sepuluh bulan itu kamu harus merendahkan diri dengan berpuasa dan janganlah kamu melakukan sesuatu pekerjaan, baik orang Israel asli maupun orang asing yang tinggal di tengah-tengahmu” (Im. 16:29). Orang Farisi biasanya berpuasa dua hari dalam seminggu (Luk. 18:12).

Ketika murid-murid Yesus tidak melakukan puasa sesuai tradisi Yahudi, muncul pertanyaan kepada Yesus. Yesus balik bertanya, “Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berpuasa sedang mempelai itu bersama mereka?” Selama mempelai bersama mereka, mereka tidak dapat berpuasa. Dalam Perjanjian Lama, perkawinan sering digambarkan sebagai tanda kehadiran Allah di tengah umat-Nya, dan puasa dilihat sebagai persiapan menyongsong kehadiran Allah itu.

Kehadiran Allah sekarang nyata sepenuhnya dalam diri Yesus Kristus, maka para murid Yesus tidak perlu berpuasa, sebab puasa juga mengandung makna kesedihan. Para murid Yesus hendaknya bersukacita bersama Dia, sang Mempelai. Mereka baru akan berpuasa pada saat Yesus wafat untuk menantikan kedatangan-Nya kembali dalam kemuliaan. Anggur baru hendaknya disimpan dalam kantong yang baru. Pernyataan itu mengandung arti bahwa puasa dalam tradisi Yahudi perlu diperbarui dan diberi makna baru, yakni sebagai persiapan menyambut kedatangan Kristus dalam kemuliaan.

Puasa sangat penting bagi kita karena mempunyai makna pertobatan, kerendahan hati, perbuatan amal, dan sebagainya. Kita perlu berpuasa kapan dan di mana saja untuk menanti kedatangan Kristus yang kedua. Kita tidak tahu kapan Yesus datang untuk kedua kalinya, maka kita diajak untuk selalu mempersiapkan diri kita: Bertobat setiap hari, berbuat amal, rendah hati, hidup damai, dan mengasihi satu sama lain.