Antara Domba dan Kambing

Senin, 19 Februari 2024 – Hari Biasa Pekan I Prapaskah

56

Matius 25:31-46

“Apabila Anak Manusia datang dalam kemuliaan-Nya dan semua malaikat bersama-sama dengan Dia, maka Ia akan bersemayam di atas takhta kemuliaan-Nya. Lalu semua bangsa akan dikumpulkan di hadapan-Nya dan Ia akan memisahkan mereka seorang dari seorang, sama seperti gembala memisahkan domba dari kambing, dan Ia akan menempatkan domba-domba di sebelah kanan-Nya dan kambing-kambing di sebelah kiri-Nya. Dan Raja itu akan berkata kepada mereka yang di sebelah kanan-Nya: Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan. Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku. Maka orang-orang benar itu akan menjawab Dia, katanya: Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar dan kami memberi Engkau makan, atau haus dan kami memberi Engkau minum? Bilamanakah kami melihat Engkau sebagai orang asing, dan kami memberi Engkau tumpangan, atau telanjang dan kami memberi Engkau pakaian? Bilamanakah kami melihat Engkau sakit atau dalam penjara dan kami mengunjungi Engkau? Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku. Dan Ia akan berkata juga kepada mereka yang di sebelah kiri-Nya: Enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya. Sebab ketika Aku lapar, kamu tidak memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu tidak memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu tidak memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu tidak memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit dan dalam penjara, kamu tidak melawat Aku. Lalu mereka pun akan menjawab Dia, katanya: Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar, atau haus, atau sebagai orang asing, atau telanjang atau sakit, atau dalam penjara dan kami tidak melayani Engkau? Maka Ia akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku. Dan mereka ini akan masuk ke tempat siksaan yang kekal, tetapi orang benar ke dalam hidup yang kekal.”

***

Bacaan Injil hari ini berkisah tentang kedatangan kembali Anak Manusia, yang dalam bahasa Yunani disebut parousia. Yesus menggambarkannya sebagai peristiwa yang megah, di mana Anak Manusia, yakni diri-Nya sendiri, duduk di atas singgasana, didampingi oleh segenap malaikat surgawi. Dengan penuh kuasa, Dia menentukan nasib tiap-tiap orang, apakah akan hidup dalam kebahagiaan kekal, atau sebaliknya menerima hukuman kekal. Anak Manusia akan menggelar pengadilan terakhir yang sifatnya universal.

Bagaikan gembala yang tiap sore memisahkan domba dan kambingnya, Anak Manusia pada saat pengadilan terakhir akan membagi manusia menjadi dua: Sebagian ditaruh di sebelah kanan-Nya, sebagian lagi di sebelah kiri-Nya. Dari sini dapat kita lihat bahwa pengadilan akan berlangsung dengan tegas, tidak ada yang setengah-setengah. Dasar keputusan yang diambil oleh sang Anak Manusia ternyata adalah tindakan-tindakan penuh kasih yang dilakukan seseorang kepada sesamanya, seperti memberi makan orang yang lapar, memberi minum orang yang haus, memberi tumpangan kepada orang asing, dan sebagainya. Tindakan-tindakan tersebut dipandang ditujukan kepada sang Anak Manusia sendiri.

Kisah pengadilan terakhir dalam bacaan Injil hari ini dengan tepat menunjukkan bahwa seseorang dibenarkan bukan karena statusnya, kelompoknya, juga agamanya, melainkan karena sikapnya terhadap sesama yang membutuhkan. Pertanggungjawaban manusia kepada Allah rupanya bersifat pribadi, bukan kelompok. Karena itu, baiklah kita tidak lagi berpuas diri karena sudah dibaptis, sudah menjadi murid Kristus, dan sudah menjadi orang Katolik.

Kita justru harus bertanya, apa yang sudah kita lakukan sebagai orang Katolik? Di sekitar kita ada banyak sekali orang-orang yang menderita, berkekurangan, dan terpinggirkan. Sudah berbuat apa kita sebagai murid-murid Kristus bagi mereka? Sudahkah kita mewujudnyatakan ajaran Yesus tentang kasih dan keberpihakan pada orang-orang kecil? Solidaritas kepada mereka yang terlupakan perlu dilakukan tidak melulu demi momen pengadilan terakhir, tetapi juga demi terciptanya kehidupan bersama yang lebih baik dan lebih adil.