Menjungkirbalikkan Praktik Menjual Agama

Jumat, 22 November 2024 – Peringatan Wajib Santa Sesilia

62

Lukas 19:45-48

Lalu Yesus masuk ke Bait Allah dan mulailah Ia mengusir semua pedagang di situ, kata-Nya kepada mereka: “Ada tertulis: Rumah-Ku adalah rumah doa. Tetapi kamu menjadikannya sarang penyamun.”

Tiap-tiap hari Ia mengajar di dalam Bait Allah. Imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat serta orang-orang terkemuka dari bangsa Israel berusaha untuk membinasakan Dia, tetapi mereka tidak tahu, bagaimana harus melakukannya, sebab seluruh rakyat terpikat kepada-Nya dan ingin mendengarkan Dia.

***

Setelah masuk dengan penuh kemenangan ke Yerusalem, Yesus datang ke Bait Allah. Karena menjelang Hari Raya Paskah, di situ ada begitu banyak orang Yahudi yang datang dari berbagai tempat. Mereka membutuhkan hewan persembahan, juga perlu menukarkan uang untuk membayar pajak Bait Allah. Terjadilah kegiatan ekonomi dalam rupa jual beli dan tukar-menukar uang di pelataran Bait Allah, padahal Bait Allah dimaksudkan sebagai tempat untuk beribadah kepada Tuhan. Tempat suci pun menjadi kotor karenanya, lebih-lebih para para pedagang tidak jarang menaikkan harga seenaknya demi mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Dengan persetujuan para imam, mereka “merampok” uang para peziarah.

Melihat itu, Yesus mengusir semua pedagang yang ada di situ. Di tempat yang seharusnya menjadi rumah doa itu, Yesus melihat praktik “menjual iman”, yang dalam istilah sekarang sering disebut “menjual agama”. Praktik menjual agama nyatanya laku sampai sekarang. Agama dijual demi mendapat keuntungan dalam rupa uang, materi, kekuasaan, pengaruh, citra diri, dan sebagainya.

Hari ini, Yesus menunjukkan bahwa praktik menjual agama adalah sebuah dosa yang harus dijungkirbalikkan. Pesan dari bacaan Injil hari ini adalah: Jangan menjual agama. Setiap umat beriman perlu memiliki kepekaan untuk mengidentifikasi praktik menjual agama yang terjadi di sekitar mereka. Kita harus menghapus praktik tersebut dengan menunjukkan teladan sejati dari iman kristiani. Perlu diingat bahwa Yesus melakukannya karena ada cinta kasih sejati dalam diri-Nya.