Hati yang Berpengharapan

Selasa, 11 Februari 2025 – Hari Biasa Pekan V, Hari Orang Sakit Sedunia

64

Markus 7:1-13

Pada suatu kali serombongan orang Farisi dan beberapa ahli Taurat dari Yerusalem datang menemui Yesus. Mereka melihat, bahwa beberapa orang murid-Nya makan dengan tangan najis, yaitu dengan tangan yang tidak dibasuh. Sebab orang-orang Farisi seperti orang-orang Yahudi lainnya tidak makan kalau tidak melakukan pembasuhan tangan lebih dulu, karena mereka berpegang pada adat istiadat nenek moyang mereka; dan kalau pulang dari pasar mereka juga tidak makan kalau tidak lebih dahulu membersihkan dirinya. Banyak warisan lain lagi yang mereka pegang, umpamanya hal mencuci cawan, kendi dan perkakas-perkakas tembaga. Karena itu orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat itu bertanya kepada-Nya: “Mengapa murid-murid-Mu tidak hidup menurut adat istiadat nenek moyang kita, tetapi makan dengan tangan najis?” Jawab-Nya kepada mereka: “Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu, hai orang-orang munafik! Sebab ada tertulis: Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia. Perintah Allah kamu abaikan untuk berpegang pada adat istiadat manusia.”

Yesus berkata pula kepada mereka: “Sungguh pandai kamu mengesampingkan perintah Allah, supaya kamu dapat memelihara adat istiadatmu sendiri. Karena Musa telah berkata: Hormatilah ayahmu dan ibumu! dan: Siapa yang mengutuki ayahnya atau ibunya harus mati. Tetapi kamu berkata: Kalau seorang berkata kepada bapanya atau ibunya: Apa yang ada padaku, yang dapat digunakan untuk pemeliharaanmu, sudah digunakan untuk kurban — yaitu persembahan kepada Allah –, maka kamu tidak membiarkannya lagi berbuat sesuatu pun untuk bapanya atau ibunya. Dengan demikian firman Allah kamu nyatakan tidak berlaku demi adat istiadat yang kamu ikuti itu. Dan banyak hal lain seperti itu yang kamu lakukan.”

***

Ketika berkesempatan berziarah di Lourdes, saya melihat banyak orang yang membawa orang-orang sakit berkumpul di lapangan basilika, di dekat gua di mana Bunda Maria pernah menampakkan diri kepada St. Bernadet. Mereka yang sakit duduk di kursi roda, bahkan ada pula yang dibaringkan di atas tempat tidur. Bersama-sama, mereka lalu mengadakan perarakan sembari mendaraskan doa rosario. Semua mengimani bahwa orang-orang yang sakit itu akan memperoleh kesembuhan, bahwa Allah akan membuat mukjizat bagi mereka dengan perantaraan doa Bunda Maria. Mereka semua memiliki harapan akan pemulihan dan akan hidup yang lebih baik. Inilah yang disebut sebagai hidup dalam pengharapan.

Hari ini, Yesus mengecam orang Farisi dan para ahli Taurat karena mereka telah kehilangan pengharapan akan Allah. Kehadiran Yesus yang secara nyata menyembuhkan dan memberikan sukacita bagi banyak orang mereka abaikan. Mereka hanya berfokus pada tatanan dan aturan-aturan yang kaku.

Memang orang-orang itu tetap rajin memuji Allah setiap hari, tetapi itu mereka lakukan semata-mata karena aturan dan kebiasaan belaka. Oleh sebab itu, Yesus mengecam mereka dengan mengutip nubuat Nabi Yesaya, “Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari-Ku.” Untuk memuji Allah dengan sungguh-sungguh dibutuhkan hati yang dekat dengan-Nya, hati yang benar-benar menaruh pengharapan pada-Nya dalam segala.

Hari ini kita juga memperingati Hari Orang Sakit Sedunia. Dalam rangka peringatan ini, Paus Fransiskus berpesan, “Pengharapan tidak mengecewakan karena pengharapan itu menguatkan kita di saat-saat pencobaan.” Pengharapan di tengah penderitaan karena sakit sejatinya membawa kita pada hati yang berserah kepada Allah. Hati yang demikian menjadi sarana bagi kita untuk dekat dengan Allah yang senantiasa mendengarkan kerinduan dan pengharapan kita. Seperti yang dialami oleh mereka yang didorong dan digotong dalam perarakan di Lourdes, semoga Allah juga menguatkan kita agar memiliki hati yang senantiasa terbuka akan kehadiran kasih-Nya.