Buah Cinta Kasih

Minggu, 18 Mei 2025 – Hari Minggu Paskah V

88

Yohanes 13:31-33a, 34-35

Sesudah Yudas pergi, berkatalah Yesus: “Sekarang Anak Manusia dipermuliakan dan Allah dipermuliakan di dalam Dia. Jikalau Allah dipermuliakan di dalam Dia, Allah akan mempermuliakan Dia juga di dalam diri-Nya, dan akan mempermuliakan Dia dengan segera. Hai anak-anak-Ku, hanya seketika saja lagi Aku ada bersama kamu.

Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi.”

***

“Kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi.” Perintah Yesus ini menegaskan bahwa ciri khas para murid-Nya adalah hidup saling mengasihi.

Bacaan Injil hari ini merupakan bagian dari nasihat Yesus pada saat perjamuan terakhir. Yesus mengasihi semua orang tanpa terkecuali. Orang-orang berdosa pun tak luput dari sentuhan kasih-Nya. Yudas Iskariot yang ada dalam perjamuan itu juga dikasihi oleh-Nya, sebab Yesus adalah kasih. Oleh sebab itu, semua orang diberi-Nya kesempatan untuk mengalami dan menerima kasih-Nya. Dalam ajaran iman kita, kasih Allah mencapai puncak-Nya dalam diri Yesus Kristus yang menyerahkan nyawa-Nya demi keselamatan abadi bagi kita.

Ajaran Yesus itu bergaung hingga kini karena banyak orang dari zaman ke zaman meneruskan dan menghidupi ajaran-Nya. Paus Fransiskus dalam Seruan Apostolik Amoris Laetitia (2016) menuliskan bahwa sukacita kasih yang dialami keluarga-keluarga juga merupakan sukacita Gereja. Keluarga adalah lingkungan di mana hidup baru buah cinta kasih dilahirkan, juga disambut sebagai suatu karunia dari Allah. Karena keluarga adalah Gereja mini, Gereja adalah keluarga dalam hidup jemaat. Aspek-aspek yang sejajar dapat ditemukan dalam keduanya.

Dalam bacaan pertama (Kis. 14:21b-27), kita berjumpa dengan jemaat di Antiokhia sebagai suatu jemaat, Gereja, sekaligus keluarga. Dari jemaat inilah lahir tokoh-tokoh yang menjadi pelopor pewartaan akan Kristus, sehingga tersebar ke seluruh kawasan Laut Tengah. Ia bagaikan rahim yang melahirkan pewarta-pewarta andal yang menggemakan kabar sukacita Injil. Hal ini terjadi karena para pelayan dan seluruh umat Antiokhia hidup seperti keluarga yang menghidupi semangat kasih.

Secara khusus, laku kasih ini bisa kita lihat dari tokoh Barnabas. Kualitas personal Barnabas tampak dalam kasus Saulus. Di awal pertobatannya, Saulus ditolak oleh para murid Yesus karena masa lalunya. Ia dipaksa pulang ke kampung halamannya di Tarsus. Di sana, Saulus menjalani masa gelap selama 7 tahun menjadi tukang jahit tenda, sampai Barnabas menjemputnya untuk diajak melayani umat di Antiokhia. Dari sini, kita tahu bahwa Barnabas adalah seorang pribadi yang menggambarkan kasih Bapa. Dengan penuh kasih, ia terbuka untuk menerima dan menghargai orang lain. Penulis Kisah Para Rasul mencatat karakternya sebagai orang yang baik, penuh dengan Roh Kudus, dan iman (Kis. 11:24).

Berkat Barnabas, sejumlah orang dibawa kepada Tuhan. Inilah buah-buah yang dihasilkan kalau orang mempraktikkan laku kasih. Barnabas dan Saulus, yang kelak bernama Paulus, bersama-sama melayani umat di Antiokhia, dan dari situlah jemaat Kristen lahir (Kis. 11:26). Jemaat Antiokhia juga mempraktikkan laku kasih dengan menunjukkan solidaritas ketika umat Kristen di Yerusalem mengalami kelaparan. Mereka mengadakan penggalangan dana sebagai bentuk solidaritas (Kis. 11:29).

Marilah kita membangun Gereja kita bagaikan keluarga.