Memutus Lingkaran Kekerasan

Selasa, 17 Juni 2025 – Hari Biasa Pekan XI

28

Matius 5:43-48

“Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di surga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar. Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian? Dan apabila kamu hanya memberi salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya daripada perbuatan orang lain? Bukankah orang yang tidak mengenal Allah pun berbuat demikian? Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di surga adalah sempurna.”

***

Di dunia persilatan, sebagaimana sering kita lihat di berbagai film, balas dendam biasanya dipandang sebagai tindakan yang mulia. Ketika pendekar yang satu mengalahkan pendekar yang lain, pihak yang kalah tidak akan melupakan aib itu seumur hidupnya. Segeralah ia mencari guru yang sakti, yang kemudian mengajarinya jurus-jurus rahasia. Demi kehormatan dan harga diri, kekalahan itu harus ditebus suatu hari nanti.

Di dunia nyata, jangan sampai hal itu terjadi. Kalau dituruti, dendam dan kemarahan tidak akan ada habisnya, hanya akan menciptakan lingkaran kekerasan yang tidak berujung. Mencegah hal itu, Yesus hari ini mengajak kita melakukan sesuatu yang radikal: Hentikanlah kebencian, kasihilah musuh!

Musuh harus dikasihi karena mereka tidak tahu apa yang mereka lakukan. Karena satu dan lain hal, mereka tidak sampai pada kesadaran bahwa tindakan mereka itu tidak baik dan tidak dapat dibenarkan. Kita mesti mendoakan mereka agar Tuhan berkenan melimpahi mereka kesadaran. Teladan kita tidak lain adalah Bapa sendiri. Ia menerbitkan matahari dan menurunkan hujan bagi orang baik maupun orang berdosa. Orang berdosa malah secara khusus dicari-Nya untuk diajak kembali.

Sebagai orang berdosa, kita telah terlebih dahulu merasakan belas kasihan Bapa. Marilah sekarang kita ganti berbelaskasihan kepada orang lain. Permusuhan jangan dibalas dengan permusuhan, tetapi balaslah dengan berkat dan salam sejahtera. Memang ini tidak mudah, namun bagaimanapun hendaknya kita berusaha untuk melaksanakannya. Bapa yang sempurna mengundang kita untuk menjadi insan yang sempurna pula. Hidup kita sebagai anak-anak Allah harus mencerminkan Allah Bapa sendiri yang mahabaik dan maharahim.