Percaya adalah Anugerah

Kamis, 19 April 2018 – Hari Biasa Pekan III Paskah

295

Kisah Para Rasul 8:26-40

Kemudian berkatalah seorang malaikat Tuhan kepada Filipus, katanya: “Bangunlah dan berangkatlah ke sebelah selatan, menurut jalan yang turun dari Yerusalem ke Gaza.” Jalan itu jalan yang sunyi. Lalu berangkatlah Filipus. Adalah seorang Etiopia, seorang sida-sida, pembesar dan kepala perbendaharaan Sri Kandake, ratu negeri Etiopia, yang pergi ke Yerusalem untuk beribadah. Sekarang orang itu sedang dalam perjalanan pulang dan duduk dalam keretanya sambil membaca kitab Nabi Yesaya. Lalu kata Roh kepada Filipus: “Pergilah ke situ dan dekatilah kereta itu!” Filipus segera ke situ dan mendengar sida-sida itu sedang membaca kitab nabi Yesaya. Kata Filipus: “Mengertikah tuan apa yang tuan baca itu?” Jawabnya: “Bagaimanakah aku dapat mengerti, kalau tidak ada yang membimbing aku?” Lalu ia meminta Filipus naik dan duduk di sampingnya. Nas yang dibacanya itu berbunyi seperti berikut: Seperti seekor domba Ia dibawa ke pembantaian; dan seperti anak domba yang kelu di depan orang yang menggunting bulunya, demikianlah Ia tidak membuka mulut-Nya. Dalam kehinaan-Nya berlangsunglah hukuman-Nya; siapakah yang akan menceriterakan asal usul-Nya? Sebab nyawa-Nya diambil dari bumi. Maka kata sida-sida itu kepada Filipus: “Aku bertanya kepadamu, tentang siapakah nabi berkata demikian? Tentang dirinya sendiri atau tentang orang lain?” Maka mulailah Filipus berbicara dan bertolak dari nas itu ia memberitakan Injil Yesus kepadanya. Mereka melanjutkan perjalanan mereka, dan tiba di suatu tempat yang ada air. Lalu kata sida-sida itu: “Lihat, di situ ada air; apakah halangannya, jika aku dibaptis?” [Sahut Filipus: “Jika tuan percaya dengan segenap hati, boleh.” Jawabnya: “Aku percaya, bahwa Yesus Kristus adalah Anak Allah.”] Lalu orang Etiopia itu menyuruh menghentikan kereta itu, dan keduanya turun ke dalam air, baik Filipus maupun sida-sida itu, dan Filipus membaptis dia. Dan setelah mereka keluar dari air, Roh Tuhan tiba-tiba melarikan Filipus dan sida-sida itu tidak melihatnya lagi. Ia meneruskan perjalanannya dengan sukacita. Tetapi ternyata Filipus ada di Asdod. Ia berjalan melalui daerah itu dan memberitakan Injil di semua kota sampai ia tiba di Kaisarea.

***

Bacaan pertama hari ini menyoroti karya Filipus. Sebagai murid Kristus, ia mewartakan Injil kepada pejabat istana Etiopia yang jauh-jauh datang ke Yerusalem karena percaya kepada Allah Israel. Kepadanya Filipus memperkenalkan Yesus sebagai sosok yang menderita demi menebus dosa-dosa manusia.

Kesaksian Filipus membuat orang asing itu terkesan. Meski disebut pejabat, sebagai orang yang dikebiri, dia sebenarnya menderita dan terpinggirkan. Solidaritas Yesus dan keberpihakan-Nya kepada kaum hina menyentuh hatinya. Ia pun ingin menjadi murid Yesus, ambil bagian dalam kematian dan kebangkitan-Nya, dengan dibaptis.

Dunia memang penuh dengan dosa, penindasan, dan keterasingan. Yesus hadir untuk menjawab situasi itu. Dialah sang Roti Kehidupan yang turun dari surga. Kerelaan-Nya berkurban telah mematahkan kuasa maut. Karena itu, orang yang percaya kepada-Nya dan menyantap tubuh-Nya akan mengalami hidup yang kekal. Sayang, tidak semua orang mau membuka hati untuk-Nya. Kehadiran Yesus mereka tolak, sebab orang-orang ini lebih mencintai maut daripada hidup.

Tidak seperti orang Etiopia itu, banyak di antara kita sudah dibaptis sejak bayi. Hendaknya disadari bahwa hal itu bukan jaminan bahwa iman kita lebih baik daripada rekan-rekan lain yang dibaptis saat dewasa. Buktinya, sejumlah orang yang dibaptis sejak bayi malah punya cara hidup yang menyedihkan, jauh sekali dari yang diajarkan dan diteladankan oleh Yesus.

Mari kita kembali kepada-Nya. Dalam perjalanan hidup yang sering kali tidak mudah, kepada kita telah ditunjukkan bahwa Yesus adalah sahabat dan penolong yang terbaik. Percaya kepada-Nya sungguh merupakan anugerah dari Bapa, anugerah terindah yang perlu kita syukuri bersama.