Tuhan, Mengapa Engkau Mengasihi Mereka? (8)

Universalitas Kasih Allah dalam Kitab Yunus

152

Tiga pesan kitab Yunus

Setelah mengetahui itu semua, baiklah kita sekarang melihat bersama-sama pesan, makna, dan arti penting kitab Yunus bagi pembaca Kitab Suci masa kini. Perihal Allah, kitab Yunus terutama mengimbau agar kita terus berupaya mengenal pribadi-Nya secara mendalam. Mempertimbangkan keterbatasan akal budi kita, mempertimbangkan pula bahwa Allah adalah misteri yang tidak mungkin terpecahkan sepenuhnya, upaya tersebut hendaknya berlangsung secara berkesinambungan seumur hidup. Berpuas diri akan membuat kita seperti Yunus. Kita mengira bahwa pribadi Allah sudah kita kenal dengan baik, padahal tentang Dia sebenarnya kita tidak tahu apa-apa. Hormatilah Allah dan bersikaplah rendah hati. Ketika kehendak Allah terasa mengejutkan bagi kita, jangan kecewa ataupun marah-marah. Sebaliknya, renungkanlah hal itu dalam-dalam, sebab kebenaran dan hikmat yang agung ada pada-Nya. Keputusan-Nya selalu tepat, dan Ia tahu apa yang terbaik bagi kita.

Perihal sesama, kitab Yunus mengajarkan bahwa semua orang adalah sesama kita, apa pun suku, bangsa, dan keyakinan mereka. Di hadapan Allah, martabat kita sama, tidak ada yang lebih tinggi ataupun lebih rendah dari yang lain. Kita semua adalah ciptaan-Nya, sehingga tentu saja kita semua juga dikasihi oleh-Nya. Universalitas kasih Allah ini hendaknya mendorong kita untuk menghargai keanekaragaman yang ada di antara kita. Tradisi yang satu mengasihi Allah dengan cara ini, tradisi yang lain menghormati-Nya dengan cara itu. Semuanya bertujuan memuliakan Dia, sehingga baik adanya dan tidak perlu dipermasalahkan. Siapakah kita sehingga berani berkata bahwa Allah adalah milik kita saja, berani mengklaim bahwa cuma kita yang kelak masuk surga, dan berani merendahkan orang lain dengan menyebut mereka kafir?

Oleh karena itu, perihal diri kita sendiri, kitab Yunus mengajak kita untuk meninjau kembali segala sudut pandang dan tingkah laku kita agar hubungan kita dengan Allah dan sesama dapat terjalin dengan lebih baik lagi. Orang Israel berpandangan bahwa mereka adalah “umat pilihan Allah,” kita menyebut diri kita sebagai “anak-anak Allah,” yang lain juga kurang lebih memandang diri mereka dengan cara yang sama. Gambaran tentang kedekatan antara manusia dan Allah tersebut sayangnya kemudian membuat kita berpandangan bahwa kebenaran hanya ada pada pihak kita saja. Kita umat Allah, berarti yang lain bukan. Kita dikasihi Allah, berarti yang lain dibenci oleh-Nya. Pandangan itu sangat keliru. Allah memilih seseorang agar orang itu sungguh merasakan kasih-Nya. Setelah itu, ia diharapkan mewartakan kebaikan Allah tersebut, sehingga pada akhirnya semua orang dapat mengenal Dia dan merasakan kasih-Nya juga. Allah mengasihi Yakub, tetapi juga mengasihi Esau. Allah mencintai Ishak, tetapi juga mencintai Ismael. Allah memilih orang Yahudi, tetapi juga memanggil orang Yunani. Dengan cara yang sama, saya, Anda, dan semua orang tanpa kecuali dikasihi, dicintai, dipilih, dan dipanggil oleh-Nya.

(Bersambung)