Menjadi Kudus

Sabtu, 1 Juni 2019 – Peringatan Wajib Santo Yustinus

159

Yohanes 16:23b-28

“Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya segala sesuatu yang kamu minta kepada Bapa, akan diberikan-Nya kepadamu dalam nama-Ku. Sampai sekarang kamu belum meminta sesuatu pun dalam nama-Ku. Mintalah maka kamu akan menerima, supaya penuhlah sukacitamu.

Semuanya ini Kukatakan kepadamu dengan kiasan. Akan tiba saatnya Aku tidak lagi berkata-kata kepadamu dengan kiasan, tetapi terus terang memberitakan Bapa kepadamu. Pada hari itu kamu akan berdoa dalam nama-Ku. Dan tidak Aku katakan kepadamu, bahwa Aku meminta bagimu kepada Bapa, sebab Bapa sendiri mengasihi kamu, karena kamu telah mengasihi Aku dan percaya, bahwa Aku datang dari Allah. Aku datang dari Bapa dan Aku datang ke dalam dunia; Aku meninggalkan dunia pula dan pergi kepada Bapa.”

***

Manusia adalah campuran kehadiran dan ketidakhadiran Allah, campuran dari terang dan gelap, kebenaran dan kekacauan, kebaikan dan kejahatan, serta keterbukaan dan ketertutupan. Tidak ada seorang manusia pun yang pada dirinya sendiri kudus atau murni. Kita menjadi kudus hanya karena kekudusan Allah.

Kalau mengandalkan kekuatan sendiri, kita tidak akan dapat menjembatani jurang yang memisahkan antara yang terbatas dan Yang Tak Terbatas. Allah menggapai kita, dan kita menjadi kudus ketika menerima Allah yang datang kepada kita. Perlahan tapi pasti kita dikosongkan dari kegelapan dan egoisme yang ada dalam diri kita. Kita dibebaskan dari tembok-tembok yang ada di sekeliling hati kita, yang memisahkan kita dari Allah, dari orang lain, dan dari batin kita sendiri.

Kekudusan dirindukan oleh semua orang, dan akan dianugerahkan kepada setiap orang yang membuka hati mereka bagi Yesus. Mereka yang percaya kepada-Nya dan berseru memohon kasih-Nya tidak akan dikecewakan.

Kalau kita menerima Allah dalam diri kita, perlahan-lahan kita akan dibebaskan dari kungkungan tembok-tembok yang memisahkan kita dari sesama, tembok yang menghalangi mengalirnya kehidupan dalam diri kita. Dengan itu, kita akan mulai mengenal dan mencintai sesama seperti Allah mengenal dan mencintai mereka. Kita menerima mereka seperti Allah menerima mereka. Kita menjadi berdaya cipta dengan daya cipta Allah sendiri.

* Diolah dari Jean Vanier, Tenggelam ke Dalam Misteri Yesus (Yogyakarta: Kanisius, 2009).