Tumbuh dan Berbuah di Tanah yang Subur

Rabu, 24 Juli 2019 – Hari Biasa Pekan XVI

2894

Matius 13:1-9

Pada hari itu keluarlah Yesus dari rumah itu dan duduk di tepi danau. Maka datanglah orang banyak berbondong-bondong lalu mengerumuni Dia, sehingga Ia naik ke perahu dan duduk di situ, sedangkan orang banyak semuanya berdiri di pantai. Dan Ia mengucapkan banyak hal dalam perumpamaan kepada mereka. Kata-Nya: “Adalah seorang penabur keluar untuk menabur. Pada waktu ia menabur, sebagian benih itu jatuh di pinggir jalan, lalu datanglah burung dan memakannya sampai habis. Sebagian jatuh di tanah yang berbatu-batu, yang tidak banyak tanahnya, lalu benih itu pun segera tumbuh, karena tanahnya tipis. Tetapi sesudah matahari terbit, layulah ia dan menjadi kering karena tidak berakar. Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri, lalu makin besarlah semak itu dan menghimpitnya sampai mati. Dan sebagian jatuh di tanah yang baik lalu berbuah: ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat. Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!”

***

Yesus sering kali mengajar para pendengar-Nya dengan perumpamaan. Kali ini Kerajaan Allah Ia umpamakan sebagai seorang yang menaburkan benih. Benih itu jatuh di tanah yang berbeda-beda. Ada yang jatuh di tepi jalan, di tanah berbatu, di tengah semak duri, ada juga yang jatuh di tanah yang subur. Dari semuanya, hanya yang terakhir yang bisa tumbuh dan berkembang. Benih yang jatuh di tanah yang subur dapat tumbuh dengan baik, sehingga akhirnya berbuah banyak dan berlipat-lipat.

Apa yang mau disampaikan Yesus melalui perumpamaan ini? Benih itu adalah sabda Allah, sedangkan tanah adalah hati kita yang menjadi tempat sabda itu bertumbuh dan berkembang. Yesus memaparkan empat jenis tanah sebagai tempat jatuhnya benih, yakni tanah di pinggir jalan, tanah berbatu, tanah bersemak duri, dan tanah yang subur.

Jenis tanah yang manakah hati kita? Tentunya Yesus berharap agar hati kita bagaikan tanah yang subur. Itulah syarat utama agar benih-benih sabda yang ditaburkan-Nya dapat tumbuh dengan baik dan kelak menghasilkan banyak buah. Bila hati kita bagaikan tanah pinggir jalan, jagalah benih-benih sabda itu agar tidak hilang. Bila hati kita bagaikan tanah berbatu, singkirkanlah batu-batu itu dan siramilah tanahnya agar benih-benih sabda Tuhan dapat tumbuh dan berakar. Bila hati kita bagaikan tanah bersemak duri, pangkaslah semak-semak itu sampai habis agar benih-benih sabda Tuhan dapat tumbuh tanpa gangguan. Pendek kata, kita harus berusaha keras agar hati kita menjadi tanah yang subur!

Untuk menjadi tanah yang subur, kita membutuhkan kekuatan dan energi. Sumber kekuatan kita tidak lain Tuhan sendiri. Dalam penziarahan kita di dunia ini, Yesus telah memberikan tubuh-Nya sendiri sebagai sumber kekuatan kita, yakni melalui Ekaristi. Dengan menyantap tubuh Kristus, kita mengalami kesatuan dengan-Nya, kesatuan yang sungguh menguatkan. Kiranya kekuatan ini memampukan kita untuk mengolah hati kita menjadi tanah yang subur, sehingga benih-benih sabda Tuhan dapat tumbuh di sana dan menghasilkan buah dengan berlimpah.