Membangun Rumah Allah

Rabu, 29 Januari 2020 – Hari Biasa Pekan III

1966

2 Samuel 7:4-17

Tetapi pada malam itu juga datanglah firman TUHAN kepada Natan, demikian: “Pergilah, katakanlah kepada hamba-Ku Daud: Beginilah firman TUHAN: Masakan engkau yang mendirikan rumah bagi-Ku untuk Kudiami? Aku tidak pernah diam dalam rumah sejak Aku menuntun orang Israel dari Mesir sampai hari ini, tetapi Aku selalu mengembara dalam kemah sebagai kediaman. Selama Aku mengembara bersama-sama seluruh orang Israel, pernahkah Aku mengucapkan firman kepada salah seorang hakim orang Israel, yang Kuperintahkan menggembalakan umat-Ku Israel, demikian: Mengapa kamu tidak mendirikan bagi-Ku rumah dari kayu aras? Oleh sebab itu, beginilah kaukatakan kepada hamba-Ku Daud: Beginilah firman TUHAN semesta alam: Akulah yang mengambil engkau dari padang, ketika menggiring kambing domba, untuk menjadi raja atas umat-Ku Israel. Aku telah menyertai engkau di segala tempat yang kaujalani dan telah melenyapkan segala musuhmu dari depanmu. Aku membuat besar namamu seperti nama orang-orang besar yang ada di bumi. Aku menentukan tempat bagi umat-Ku Israel dan menanamkannya, sehingga ia dapat diam di tempatnya sendiri dengan tidak lagi dikejutkan dan tidak pula ditindas oleh orang-orang lalim seperti dahulu, sejak Aku mengangkat hakim-hakim atas umat-Ku Israel. Aku mengaruniakan keamanan kepadamu dari semua musuhmu. Juga diberitahukan TUHAN kepadamu: TUHAN akan memberikan keturunan kepadamu. Apabila umurmu sudah genap dan engkau telah mendapat perhentian bersama-sama dengan nenek moyangmu, maka Aku akan membangkitkan keturunanmu yang kemudian, anak kandungmu, dan Aku akan mengokohkan kerajaannya. Dialah yang akan mendirikan rumah bagi nama-Ku dan Aku akan mengokohkan takhta kerajaannya untuk selama-lamanya. Aku akan menjadi Bapanya, dan ia akan menjadi anak-Ku. Apabila ia melakukan kesalahan, maka Aku akan menghukum dia dengan rotan yang dipakai orang dan dengan pukulan yang diberikan anak-anak manusia. Tetapi kasih setia-Ku tidak akan hilang darinya, seperti yang Kuhilangkan dari Saul, yang telah Kujauhkan dari hadapanmu. Keluarga dan kerajaanmu akan kokoh untuk selama-lamanya di hadapan-Ku, takhtamu akan kokoh untuk selama-lamanya.”

Tepat seperti perkataan ini dan tepat seperti penglihatan ini Natan berbicara kepada Daud.

***

Bacaan pertama kita hari ini (selengkapnya 2Sam. 7:1-17) merupakan dasar biblis gagasan tentang Mesias keturunan Daud. Karena itu, perikop ini sangat penting tidak hanya bagi kitab Samuel dan Raja-raja sebagai kitab sejarah Deuteronomis, tetapi juga bagi Alkitab secara keseluruhan. Setelah nubuat Nabi Natan ini akan muncul serangkaian nubuat tentang Mesias anak Daud, seperti Mi. 5:1 dan Hag. 2:24. Bersama Mzm. 89 dan 1Taw. 17:1-15, 2Sam. 7:1-17 juga merupakan dasar biblis gagasan tentang raja sebagai wakil Tuhan yang membawa berkat dan keselamatan bagi seluruh bangsa Israel.

Kisah bergulir dengan titik tolak arti mendua kata beth. Dalam bahasa Ibrani, beth bisa berarti rumah, bisa pula berarti keluarga, wangsa, atau dinasti. Alkisah, Raja Daud telah menetap di rumahnya. Ini mengindikasikan kerajaan yang dipimpinnya berada dalam keadaan stabil dan kondusif. Karena itu, hal-hal yang dahulu tidak sempat terpikirkan, sekarang muncul dalam benak Daud. Perhatian Daud tertuju pada masalah tempat ibadah. Sebagai hamba yang senantiasa mengasihi Allah, ia menjadi gelisah, sebab Allah belum punya rumah yang layak. Di hadapan Nabi Natan, Daud secara tidak langsung menyampaikan keinginannya untuk membangun Bait Allah.

Akan tetapi, Allah melalui Nabi Natan menolak rencana Daud. Ia sudah puas tinggal di dalam kemah dan menyertai bangsa Israel sejak dahulu kala ketika mereka mengembara di padang gurun. Teristimewa terhadap Daud, Allah telah melakukan banyak hal baginya: mengambilnya dari padang, menjadikannya raja, melindunginya dari musuh, dan membuat kerajaannya kokoh sejahtera. Karena itu, Allah mempertanyakan maksud Daud hendak mendirikan rumah bagi-Nya. Bukankah Daud hanya seorang hamba? Bukankah di hadapan-Nya dia itu bukan siapa-siapa? Untuk memperjelas penolakan ini, kita dapat mengumpamakan Allah sebagai orang kaya dan Daud sebagai orang miskin. Sudah sewajarnya yang kaya membantu yang miskin, dan itulah yang dilakukan Allah selama ini. Menjadi aneh kalau yang terjadi sebaliknya: si miskin mau membantu si kaya dengan mendirikan rumah baginya. Itu tidak mungkin terjadi!

Akan tetapi, penolakan Allah tersebut tampaknya lebih merefleksikan pandangan sejumlah pihak saat itu yang menentang adanya rumah khusus bagi Allah karena khawatir bisa menimbulkan kesan bahwa Allah menetap di tempat tertentu di Israel. Bukan berarti mereka keberatan dengan adanya tempat ibadah. Yang ditolak sebenarnya adalah usaha untuk mengikat Allah di suatu bangunan permanen, seolah bermaksud mengekang kebebasan, kekuasaan, dan kedaulatan-Nya. Gambarannya, kalau di Yerusalem berdiri Bait Allah, itu berarti Allah tinggal dan menetap di situ, tidak di tempat lain. Bagaimana mungkin Allah pencipta alam semesta mau diatur oleh manusia dengan dikurung dan dibatasi hanya boleh berada di tempat tertentu saja?

Kalaupun mau menetap di suatu tempat, inisiatif harus tetap berasal dari pihak Allah sendiri, agar kekuasaan dan kedaulatan-Nya tetap terjaga. Karena itulah Allah berfirman bahwa rumah bagi-Nya akan didirikan bukan oleh Daud, melainkan oleh anaknya. Daud boleh jadi raja yang sukses, tetapi itu tidak berarti ia boleh melakukan apa saja seturut kemauannya sendiri. Ia ditugaskan menggembalakan umat Allah. Itu sudah cukup, tidak perlu ditambahi dengan kerja membangun rumah bagi-Nya.

Apakah itu berarti Allah tidak merestui Daud sebagai raja Israel? Justru sebaliknya. Sebagai bukti bahwa pemerintahan Daud direstui oleh-Nya, Allah mempersiapkan bagi sang raja sesuatu yang lebih besar daripada sekadar sebuah bangunan. Daud tidak akan mendirikan beth (rumah) bagi-Nya, tetapi Allahlah yang akan mendirikan beth (dinasti) bagi hamba-Nya itu. Setelah Daud berpulang, pemerintahannya tidak akan terputus, sebab keturunannya akan menggantikan kedudukannya sebagai raja. Mereka akan menikmati hubungan istimewa dengan Tuhan, dan kokoh menduduki takhta kerajaan Israel untuk selama-lamanya.

Perikop 2Sam. 7:1-17 dengan demikian menggambarkan ketegangan antara gagasan tentang kedaulatan Allah dan tentang keberadaan-Nya di tengah umat. Bait Allah di satu sisi menjamin kehadiran Allah di tengah-tengah umat-Nya, tetapi di sisi lain menghalangi kedaulatan-Nya. Dengannya manusia seakan mengatur Allah untuk berada di suatu tempat dan melarang-Nya berada di tempat lain. Niat Daud untuk membangun Bait Allah perlu dicermati juga apakah merupakan bukti kesalehan yang sejati ataukah sekadar mencari legitimasi bagi dirinya sendiri.

Namun, arti penting perikop ini kiranya adalah pengharapan mesianis yang terkandung di dalamnya, yang dalam Alkitab untuk pertama kalinya diungkapkan di sini. Nubuat Natan dipandang sebagai piagam perjanjian Tuhan dengan Daud dan keturunannya. Dengan perjanjian ini, pemerintahan langsung Tuhan atas Israel secara sah digantikan oleh  pemerintahan seorang raja yang dipilih-Nya sendiri. Daud dan keturunannya akan menduduki takhta kerajaan untuk selama-lamanya.