Menggenapi Hukum Taurat

Rabu, 18 Maret 2020 – Hari Biasa Pekan III Prapaskah

536

Matius 5:17-19

“Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi. Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Surga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Surga.”

***

Bacaan Injil hari ini (Mat. 5:17-19) merupakan bagian dari Mat. 5:17-48 yang berbicara tentang pandangan Yesus mengenai Hukum Taurat. Bagi orang Yahudi, terutama kaum Farisi dan ahli-ahli Taurat, Hukum Taurat adalah segalanya. Cara hidup, pandangan, dan tingkah laku mereka sepenuhnya didasarkan atasnya. Tuhan sendirilah yang menurunkan Taurat bagi mereka dengan pengantaraan Musa. Karena itu, hukum ini wajib ditaati. Orang akan diselamatkan berdasarkan ketaatannya kepada Hukum Taurat.  

Namun, bagi Yesus, sudut pandang seperti itu tidak memadai. Sering terjadi bahwa orang patuh terhadap peraturan, tetapi sebenarnya ia tidak mengerti akan maksud dari peraturan itu. Ia patuh karena takut dihukum, ia taat karena takut tidak diselamatkan Tuhan. Ketaatan seperti itu kiranya tidak dewasa. Karenanya Yesus menuntut murid-murid-Nya untuk bersikap lebih. Tidak hanya membunuh, marah terhadap saudara dan mencaci maki orang lain juga tidak diperkenankan. Tidak hanya berzina, sekadar menginginkannya pun sudah merupakan kesalahan. Bukan hanya dilarang membalas dendam, para murid bahkan harus membalas kebencian dengan kasih!

Dengan pendekatan seperti itu, keliru kiranya kalau ada yang berkata bahwa Yesus datang untuk menghapus Hukum Taurat. Tidak, Yesus tidak bermaksud menghapus atau membatalkan Taurat. Ia justru hendak menggenapinya dengan mengajak murid-murid-Nya untuk memahami maksud mendasar dari hukum tersebut. Taurat diberikan Allah kepada manusia bukan sebagai beban, melainkan agar manusia dapat hidup sesuai dengan martabatnya yang luhur. Taurat memancarkan kasih Allah yang berlimpah, sehingga jangan sampai dipadamkan manusia dengan melihatnya sebagai hukum yang kaku, yang isinya hanya melarang ini dan melarang itu.

Bagaimana sikap kita terhadap kehendak Tuhan agar kita mengasihi sesama, agar kita berlaku benar dan adil dalam kehidupan sehari-hari? Apakah kita melakukan itu karena terpaksa, karena takut dihukum, dan karena takut tidak boleh masuk surga? Jika dasar tindakan kita masih demikian, mari kita segera mengubahnya. Prinsipnya, bukan manusia untuk hukum, melainkan hukum itu ada demi kebaikan hidup manusia.