Menyatukan Diri dengan Kristus

Minggu, 14 Juni 2020 – Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus

200

Yohanes 6:51-58

“Akulah roti hidup yang telah turun dari surga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang Kuberikan itu ialah daging-Ku, yang akan Kuberikan untuk hidup dunia.”

Orang-orang Yahudi bertengkar antara sesama mereka dan berkata: “Bagaimana Ia ini dapat memberikan daging-Nya kepada kita untuk dimakan.” Maka kata Yesus kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu. Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman. Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman. Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia. Sama seperti Bapa yang hidup mengutus Aku dan Aku hidup oleh Bapa, demikian juga barangsiapa yang memakan Aku, akan hidup oleh Aku. Inilah roti yang telah turun dari surga, bukan roti seperti yang dimakan nenek moyangmu dan mereka telah mati. Barangsiapa makan roti ini, ia akan hidup selama-lamanya.”

***

Sebagai seorang Katolik, Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus dapat kita jadikan sebagai saat pemurnian iman. Berkat iman akan Kristus, kita dihidupkan, didewasakan, dikuatkan, bahkan diutus. Dengan itu, Yesus tinggal dalam kehidupan kita, serta bersatu dengan kita secara personal.

Yesus berkata, “Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia.” Aspek kesatuan juga tampak dalam konteks ini. Pribadi yang menerima Yesus adalah pribadi yang bersatu dengan Dia. Tentu saja kesatuan ini harus tampak secara konkret. Pikiran, perasaan, perkataan, dan tindakan kita harus mencerminkan bahwa kita adalah pribadi yang hidup oleh Yesus. Kriterianya adalah kasih. Hidup kita harus memancarkan kasih-Nya. Hidup Yesus menggambarkan kasih Allah terhadap ciptaan, kasih yang tanpa batas dan tidak pernah habis. Kita yang hidup oleh Yesus seharusnya juga semakin hari semakin memancarkan kasih Allah.

Sikap yang perlu dibangun tatkala merayakan Ekaristi dan membangun semangat kasih adalah pengosongan diri dari segala kepentingan pribadi. Biarlah Yesus yang kita sambut dalam komuni kudus merasuk dalam diri kita; menguasai, menuntun, menggerakkan, serta membawa hidup kita seturut kehendak Allah. Dengan demikian, hidup kita akan semakin mencerminkan hidup Kristus yang sepenuhnya taat kepada kehendak Bapa. Perwujudannya terjadi dalam kehidupan sehari-hari, sejalan dengan panggilan, tugas, dan pekerjaan kita masing-masing. Harus ada kasih dalam segala sesuatu yang kita pikirkan, kita katakan, dan kita perbuat.

Semoga Ekaristi yang kita rayakan dan komuni kudus yang kita terima semakin menguduskan hidup dan aktivitas kita. Semoga juga kekudusan yang kita alami berdampak pada kehidupan di sekitar kita, yakni mendorong terciptanya kedamaian, kasih, sukacita, dan semangat persaudaraan. Dengan menerima Yesus dalam perayaan Ekaristi, kita diutus pula untuk dengan tulus ikhlas dan gembira dipecah dan dibagi untuk sesama. Artinya, kita diajak untuk peduli terhadap sesama dengan membagikan apa yang kita miliki dan apa yang kita bisa.