Sikap Dasar Kristiani: Ketaatan Seperti Seorang Nabi dan Murid 

Minggu, 15 Juli 2018 – Hari Minggu Biasa XV

380

 Amos 7:12-15

Lalu berkatalah Amazia kepada Amos: “Pelihat, pergilah, enyahlah ke tanah Yehuda! Carilah makananmu di sana dan bernubuatlah di sana! Tetapi jangan lagi bernubuat di Betel, sebab inilah tempat kudus raja, inilah bait suci kerajaan.” Jawab Amos kepada Amazia: “Aku ini bukan nabi dan aku ini tidak termasuk golongan nabi, melainkan aku ini seorang peternak dan pemungut buah ara hutan. Tetapi TUHAN mengambil aku dari pekerjaan menggiring kambing domba, dan TUHAN berfirman kepadaku: Pergilah, bernubuatlah terhadap umat-Ku Israel.”

***

Nabi Amos yang kisahnya kita baca dalam bacaan pertama hari ini adalah nabi yang berasal dari abad 8 SM. Amos berasal dari daerah selatan, atau lebih tepatnya Kerajaan Yehuda. Namun, Allah menugaskan Amos untuk pergi ke utara, Kerajaan Israel, untuk mewartakan pertobatan. Kerajaan Yehuda dan Kerajaan Israel sama-sama umat Allah, sama-sama keturunan Abraham. Raja Daud berhasil menyatukan kedua belas suku Israel dengan menyatukan suku-suku utara dan selatan. Akan tetapi, pasca Daud dan Salomo, kerajaan besar itu pada akhirnya terpecah.

Secara geografis, kerajaan utara jauh lebih subur dan lebih luas. Lebih banyak suku yang tinggal di sana, yaitu sepuluh suku, dibandingkan kerajaan selatan yang hanya ditinggali oleh dua suku. Kerajaan utara jauh lebih hijau dan subur karena mereka memiliki aliran Sungai Yordan yang lebih panjang pada wilayahnya. Karena lebih subur, otomatis rakyat di kerajaan itu jauh lebih makmur dibandingkan dengan saudara mereka di selatan.

Dua kerajaan tersebut mempunyai tempat suci mereka masing-masing: kerajaan utara dengan ibu kota Samaria mempunyai Betel (arti harfiah: Rumah Allah); sementara kerajaan selatan dengan ibu kota Yerusalem memiliki tempat suci yang jauh lebih bergengsi, yaitu Bait Allah di Yerusalem. Karena itu, tidak heran aroma persaingan selalu menghantui kedua kerajaan yang bersaudara ini.

Ketika Amos diminta oleh Allah untuk bernubuat di utara, ia langsung ditolak oleh orang-orang di tempat itu. Penolakan paling keras datang dari seorang imam di Betel yang bernama Amazia. Amos disuruh pulang dan bernubuat di daerah asalnya. Penolakan adalah nasib yang umumnya dialami oleh nabi-nabi yang berkarya di Israel. Amos rupanya tidak terkecuali.

Satu hal yang bisa kita pelajari dalam sikap Amos adalah kepatuhan seorang nabi dalam menjalani tugas perutusannya. Amos pasti tahu risiko dari perutusannya, tetapi ia tetap menjalankan tugas itu dengan sepenuh hati. Kata kunci yang bisa kita jadikan inspirasi untuk memahami bacaan ini adalah “seorang murid harus belajar dari ketaatan seorang nabi.” Memaknai ketaatan dalam konteks hidup zaman sekarang yang serba individualistis, menekankan prestise pribadi, serta keakuan sungguh tidak mudah.