Orang Benar Hidup oleh Imannya

Sabtu, 11 Agustus 2018 – Peringatan Wajib Santa Klara

165

Habakuk 1:12 – 2:4

Bukankah Engkau, ya TUHAN, dari dahulu Allahku, Yang Mahakudus? Tidak akan mati kami. Ya TUHAN, telah Kautetapkan dia untuk menghukumkan; ya Gunung Batu, telah Kautentukan dia untuk menyiksa. Mata-Mu terlalu suci untuk melihat kejahatan dan Engkau tidak dapat memandang kelaliman. Mengapa Engkau memandangi orang-orang yang berbuat khianat itu dan Engkau berdiam diri, apabila orang fasik menelan orang yang lebih benar dari dia? Engkau menjadikan manusia itu seperti ikan di laut, seperti binatang-binatang melata yang tidak ada pemerintahnya? Semuanya mereka ditariknya ke atas dengan kail, ditangkap dengan pukatnya dan dikumpulkan dengan payangnya; itulah sebabnya ia bersukaria dan bersorak-sorai. Itulah sebabnya dipersembahkannya korban untuk pukatnya dan dibakarnya korban untuk payangnya; sebab oleh karena alat-alat itu pendapatannya mewah dan rezekinya berlimpah-limpah. Sebab itukah ia selalu menghunus pedangnya dan membunuh bangsa-bangsa dengan tidak kenal belas kasihan?

Aku mau berdiri di tempat pengintaianku dan berdiri tegak di menara, aku mau meninjau dan menantikan apa yang akan difirmankan-Nya kepadaku, dan apa yang akan dijawab-Nya atas pengaduanku. Lalu TUHAN menjawab aku, demikian: “Tuliskanlah penglihatan itu dan ukirkanlah itu pada loh-loh, supaya orang sambil lalu dapat membacanya. Sebab penglihatan itu masih menanti saatnya, tetapi ia bersegera menuju kesudahannya dengan tidak menipu; apabila berlambat-lambat, nantikanlah itu, sebab itu sungguh-sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh. Sesungguhnya, orang yang membusungkan dada, tidak lurus hatinya, tetapi orang yang benar itu akan hidup oleh percayanya.”

***

Nabi Habakuk berkarya pada masa antara kematian Raja Yosia (609 SM) dan pengepungan Yerusalem oleh Nebukadnezar, raja Babel (597 SM). Nabi melihat bahwa Yehuda telah dikalahkan dan dihancurkan oleh orang Kasdim (Babel). Allah menyatakan kehendak-Nya untuk membangkitkan orang Kasdim (Babel) guna menghukum Yehuda. Karena para penguasa Yehuda telah berlaku fasik dan melakukan kekerasan terhadap rakyat mereka, orang-orang yang juga berlaku fasik dan melakukan kekerasan, yaitu orang Kasdim, digunakan Tuhan untuk menghukum mereka.

Nabi Habakuk, mewakili bangsa Israel yang tertindas, menyampaikan keluhan kepada Tuhan tentang nasib bangsa itu. Nabi bertanya, Israel memang jahat dan berdosa, tetapi mengapa Tuhan menghukum Israel dengan menyerahkan bangsa itu kepada bangsa lain yang jauh lebih berdosa? Bagaimanapun orang Kasdim adalah orang fasik, sedangkan orang Yehuda, walaupun berdosa, tetap “benar” karena mengenal Allah yang sejati.

Menanggapi keluhan nabi, Tuhan menyatakan bahwa kejahatan yang disaksikan oleh Habakuk pasti akan berakhir sekalipun Habakuk tidak mengetahui kapan hal itu akan terjadi. Jawaban Tuhan tidak harus berarti tindakan tersebut akan terjadi seketika itu juga. Kepenuhan karya Tuhan ini akan terwujud di kemudian hari.

Selanjutnya, Tuhan menunjukkan ciri dari dua golongan manusia dan penjelasan mengenai nasib yang akan menimpa mereka, yakni “orang yang membusungkan dada tidak lurus hatinya,” sedangkan “orang benar itu akan hidup oleh percayanya.” Kepercayaan atau kesetiaan kepada Allah berarti percaya atau setia kepada firman dan kehendak-Nya. Kepercayaan atau kesetiaan ini merupakan ciri khas orang benar. Orang fasik tidak mempunyai ketulusan hati dan karenanya akan jatuh binasa. Kejahatan memang ada di dalam dunia, tetapi tidak akan selamanya berkuasa. Akan tiba saatnya Tuhan menghentikan kejahatan dan mengakhiri penindasan.

Mari kita renungkan:

Pertanyaan Nabi Habakuk juga menjadi pertanyaan orang beriman sepanjang sejarah. Mengapa orang jahat tetap ada, mengapa orang benar menderita, dan tampaknya Tuhan tidak berbuat apa-apa untuk mengatasi keadaan ini? Bacaan pertama hari ini mengingatkan orang beriman supaya tetap menaruh kepercayaan kepada Allah dan membiarkan Allah melakukan kehendak-Nya. Kita percaya bahwa Allah mengetahui apa yang baik untuk manusia, walaupun kita tidak mengetahui apa yang sesungguhnya hendak dikerjakan-Nya. Dalam situasi seperti ini, yaitu ketika tampaknya Tuhan tidak berlaku seperti yang kita pikirkan, orang beriman dapat menilai diri mereka masing-masing apakah mereka benar-benar percaya kepada Allah atau tidak.