Paulus Melawan Arus Individualisme (4)

87

Mengesampingkan hak-hak sebagai seorang rasul

Sikap dan tindakan Paulus mengesampingkan hak-haknya sebagai seorang rasul (1Kor. 9:15-23) dijadikan sebagai model kedua dalam melawan arus individualisme. Model ini ditekankannya dengan pertama-tama memperlihatkan hak-hak sebagai seorang yang dipanggil dan diutus oleh Yesus yang bangkit untuk menjadi rasul bagi bangsa-bangsa lain. Apa saja hak-haknya sebagai seorang rasul?

Hak-hak sebagai seorang rasul  

Dalam 1Kor. 9:4-14 hak-hak Paulus sebagai seorang rasul ditonjolkannya melalui sejumlah pertanyaan retoris. Pertanyaan pertama, “Tidakkah kami mempunyai hak untuk makan dan minum?” (ay. 4). Di sini hak untuk makan dan minum tidak berkaitan dengan kasus makan daging yang dipersembahkan kepada berhala-berhala (1Kor. 8:1, 4) dan penyembahan kepada dewa-dewi (1Kor. 10:14), tetapi dengan hak seorang rasul untuk menerima bantuan dari jemaat yang telah dilayaninya seperti yang diterima oleh rasul-rasul lain.[1]

Pertanyaan kedua, “Tidakkah kami mempunyai hak untuk membawa seorang istri Kristen dalam perjalanan kami, seperti yang dilakukan rasul-rasul lain dan saudara-saudara Tuhan dan Kefas?” (ay. 5). Rujukan pada istri “rasul-rasul lain dan saudara-saudara Tuhan dan Kefas” menunjukkan bahwa para rasul dan para pemimpin komunitas kristiani perdana umumnya menikah (bdk. Mrk. 1:30; Mat. 8:14; Luk. 4:38). Para istri menemani dan melayani mereka dalam perjalanan misi.[2] Karena umumnya menikah, mereka memiliki hak untuk membawa serta istri mereka dalam perjalanan misi pewartaan Injil.

Pertanyaan ketiga, “Atau hanya aku dan Barnabas sajakah yang tidak mempunyai hak untuk dibebaskan dari pekerjaan tangan?” (ay. 6). Menurut kebiasaan yang berlaku umum pada waktu itu, para rasul disokong oleh jemaat setempat. Kebiasaan umum ini ditekankannya lagi dalam tiga buah kiasan: “Siapakah yang pernah turut dalam peperangan atas biayanya sendiri? Siapakah yang menanami kebun anggur dan tidak memakan buahnya? Atau siapakah yang menggembalakan kawanan domba dan tidak minum susu domba itu?” (ay. 7). Melalui kiasan-kiasan tersebut ditunjukkan bahwa para serdadu, penanam anggur, dan penggembala berhak untuk mendapat penghidupan dari hasil karya mereka. Hal yang sama berlaku bagi para rasul pada khususnya dan pewarta sabda pada umumnya.

(Bersambung)

[1] Anthony C. Thiselton, 1 Corinthians: A Shorter Exegetical and Pastoral Commentary (Grand Rapids: Eerdmans, 2006), 138.

[2] Richard B. Hays, First Corinthians: Interpretation, a Bible Commentary for teaching and preaching (Louisville: John Knox Press, 1997), 150.