Paulus Melawan Arus Individualisme (5)

132

Hak-hak seorang rasul untuk mendapatkan sokongan jemaat yang telah dilayani diperkuat lagi oleh Paulus dengan menyoroti dasar biblisnya. Dia mengutip Ul. 25:4, “Janganlah engkau memberangus mulut lembu yang sedang mengirik.” Perintah Allah ini tidak dikhususkan untuk kepentingan binatang lembu, tetapi untuk manusia yang telah melakukan tugasnya. Seorang pekerja patut mendapat upahnya (bdk. 1Tim. 5:18). Dengan demikian, perintah ini harus dibaca sebagai sebuah kiasan untuk melukiskan keharusan berlaku manusiawi dan adil bagi orang-orang yang telah melakukan suatu pekerjaan.[1]

Paulus dan rekan-rekan kerjanya berhak mendapat bagian dari tugas mewartakan kabar sukacita yang mereka jalankan. Seperti pembajak harus membajak dalam pengharapan dan pengirik harus mengirik dalam pengharapan untuk memperoleh bagiannya, demikianlah pula Paulus dan rekan-rekan kerjanya. Sama seperti orang yang melayani dalam tempat kudus (Bil. 18:6-8, 21-32) dan yang melayani mezbah mendapat bagian dari tempat kudus dan dari persembahan kurban di atas mezbah (Bil. 18:8-31; Ul. 18:1-8), demikianlah juga Paulus dan rekan-rekannya. Mereka telah menaburkan benih Injil bagi jemaat, maka tidaklah berlebihan kalau mereka berharap untuk mendapatkan dukungan materi dari jemaat yang mereka layani.

Hak untuk mendapatkan dukungan dari jemaat yang telah dilayani itu sesuai dengan yang dikatakan oleh Yesus sendiri. “Demikian pula Tuhan telah menetapkan bahwa mereka yang memberitakan Injil, harus hidup dari pemberitaan Injil itu” (bdk. Mat. 10:10; 1Tim. 5:18). Inilah argumen klimaks dan definitif yang diangkat oleh Paulus untuk membela hak-haknya sebagai seorang rasul untuk didukung oleh jemaat. Kata-kata Yesus itu tidak dikutipnya secara langsung dari Injil karena belum ada satu pun Injil yang telah ditulis ketika ia mendiktekan suratnya. Kata-kata Yesus itu sangat mungkin dikenal dan dikutipnya dari tradisi lisan atau tradisi tertulis sebelum Injil.

(Bersambung)

[1] Thiselton, 1 Corinthians: A Shorter Exegetical and Pastoral Commentary, 139.