Yang Terdahulu dan yang Terakhir

Selasa, 5 Maret 2019 – Hari Biasa Pekan VIII

207

Markus 10:28-31

Berkatalah Petrus kepada Yesus: “Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau!” Jawab Yesus: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang karena Aku dan karena Injil meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, ibunya atau bapanya, anak-anaknya atau ladangnya, orang itu sekarang pada masa ini juga akan menerima kembali seratus kali lipat: rumah, saudara laki-laki, saudara perempuan, ibu, anak dan ladang, sekalipun disertai berbagai penganiayaan, dan pada zaman yang akan datang ia akan menerima hidup yang kekal. Tetapi banyak orang yang terdahulu akan menjadi yang terakhir dan yang terakhir akan menjadi yang terdahulu.”

***

Perkataan Yesus bahwa “yang terdahulu akan menjadi yang terakhir, dan yang terakhir akan menjadi yang terdahulu” sangat akrab di telinga kita. Ungkapan ini memang sangat menarik terutama karena maknanya yang cukup mendalam. Hari ini Yesus menyampaikan perkataan tersebut ketika Ia menerangkan secara panjang lebar kepada Petrus tentang upah orang-orang yang telah mengikut diri-Nya dengan meninggalkan keluarga dan segala harta miliki mereka.

Sebenarnya ada kesan bahwa ungkapan tersebut – muncul di bagian akhir Injil hari ini – tidak “nyambung” dengan penjelasan Yesus kepada Petrus secara keseluruhan. Pembaca mungkin merasakan terjadinya “lompatan,” sebab ungkapan tentang “yang terdahulu dan yang terakhir” itu muncul ketika Yesus sedang berbicara tentang upah berlipat ganda dan hidup kekal bagi orang-orang yang mau mengikuti-Nya.

Namun, bisa jadi dengan itu Yesus hendak mengingatkan Petrus. Petrus biasanya cenderung berada di urutan paling depan dalam menanggapi Yesus. Hal ini juga berlaku dalam semangatnya untuk menjadi murid Yesus. Kita dapat melihat kecenderungan itu dalam banyak kesempatan. Petrus adalah orang pertama dari para murid yang menyebut Yesus sebagai Mesias. Ia adalah orang pertama dan satu-satunya yang turun dari perahu untuk mendapatkan Yesus, padahal saat itu mereka sedang berada di tengah danau. Ia juga yang paling dahulu menyatakan dukungan dan pembelaannya kepada Yesus ketika Yesus memberitahukan jalan penderitaan yang akan ditempuh-Nya. Terakhir, Petruslah rasul yang pertama masuk ke dalam kubur Yesus dan melihat makam yang telah kosong.

Rupanya, sebagai orang yang sering berada di posisi pertama, Petrus juga sering kali berada paling belakang, untuk tidak mengatakan yang terakhir. Yang pertama mengatakan bahwa Yesus adalah Mesias justru langsung disebut oleh Yesus sendiri sebagai Iblis. Yang pertama turun dari perahu untuk menyambut Yesus malah pada akhirnya tenggelam. Yang pertama menyatakan dukungan dan pembelaan kepada Yesus justru ketahuan menyangkal Yesus sampai tiga kali. Demikianlah Petrus yang sering kali tampak di depan ternyata sesungguhnya berada di posisi paling belakang.

Secara lebih luas, perkataan Yesus itu bisa jadi juga dimaksudkan untuk orang-orang Yahudi. Sejarah mencatat mereka sebagai bangsa pertama pilihan Tuhan. Mereka adalah anak sulung dari segala bangsa yang menerima janji keselamatan dari Allah. Akan tetapi, mereka sendirilah yang sering kali membunuh utusan-utusan Tuhan – bahkan membunuh Yesus, Putra Allah sendiri – yang dikirim ke tengah-tengah mereka. Dari segi semangat dan keyakinan, mereka selalu yang pertama dalam menyebut diri sebagai bangsa yang unggul, bangsa pilihan Tuhan. Namun, dari segi sikap dan kenyataan hidup, mereka sering kali ditegur Yesus dengan keras sebagai bangsa yang tega tengkuk dan keras kepala.

Kita semua juga bisa jatuh pada sikap dan kebiasaan seperti itu. Bisa saja kita tampak sebagai yang pertama dalam banyak hal. Sayangnya, melaksanakan kehendak Tuhan sering kali menjadi kekecualian. Akibatnya, kita menjadi orang yang terdepan dalam memenuhi hasrat dan ambisi pribadi, tetapi terbelakang dalam mewujudkan hasrat dan kehendak Allah yang mulia.