Kristus Telah Memerdekakan Kita

Senin, 27 Mei 2019 – Hari Biasa Pekan VI Paskah

228

Yohanes 15:26 – 16:4a

“Jikalau Penghibur yang akan Kuutus dari Bapa datang, yaitu Roh Kebenaran yang keluar dari Bapa, Ia akan bersaksi tentang Aku. Tetapi kamu juga harus bersaksi, karena kamu dari semula bersama-sama dengan Aku.”

“Semuanya ini Kukatakan kepadamu, supaya kamu jangan kecewa dan menolak Aku. Kamu akan dikucilkan, bahkan akan datang saatnya bahwa setiap orang yang membunuh kamu akan menyangka bahwa ia berbuat bakti bagi Allah. Mereka akan berbuat demikian, karena mereka tidak mengenal baik Bapa maupun Aku. Tetapi semuanya ini Kukatakan kepadamu, supaya apabila datang saatnya kamu ingat, bahwa Aku telah mengatakannya kepadamu.”

***

Murid-murid Yesus akan mengalami penganiayaan, tetapi perlu disadari bahwa bentuk penganiayaan ada berbagai macam. Tidak semua pengikut Yesus akan dianiaya secara fisik atau dibunuh. Ada banyak bentuk penganiayaan lain yang lebih halus dan tidak kelihatan, misalnya permusuhan terhadap orang-orang yang berjuang aktif demi hak-hak pribadi, budaya, dan hak-hak kelompok minoritas; diskriminasi terhadap anak-anak yang belum lahir dan orang-orang cacat; dan sebagainya.

Bahkan di dalam hidup komunitas, keluarga, dan lingkungan kerja, berbagai bentuk penganiayaan juga sering dijumpai, misalnya ketika ada orang yang ditolak, diremehkan, dan dipinggirkan. Orang-orang itu dalam keseharian mengalami “kemartiran kecil.”

Dalam hal ini, ada dua bahaya bagi murid-murid Yesus. Pertama, godaan untuk berkompromi dengan budaya yang meminggirkan dan melindas orang. Kita bisa jadi tergoda melakukan itu demi menghindari konflik dan agar diri kita tidak mengalami penolakan. Kita menjadi takut untuk berbicara jelas mengenai Yesus, atau mengenai keadilan dan kebenaran. Kita takut akan apa yang mungkin dipikirkan atau dilakukan orang terhadap kita kalau kita mengganggu mereka. Namun, perlu diingat bahwa dengan berkompromi, kita melemahkan pesan Injil.

Kedua, bahaya senang mengganggu kemapanan. Kalau hati kita suka memberontak, segala sesuatu ingin kita ubah dan kita persalahkan, termasuk kalau kehidupan sesungguhnya sudah berada di jalan yang benar. Kita menciptakan pertengkaran hanya agar kita dianggap penting dan berpengaruh. Ketika kita ditentang karena melakukan itu, kita merasa dianiaya seperti Yesus, padahal penyebabnya adalah kesalahan kita sendiri.

Menjadi sahabat Yesus berarti menjadi seperti Dia. Kita diundang untuk hidup sebagaimana Yesus hidup. Ini berarti pengalaman ditolak, dibenci, dan dianiaya yang dulu dihadapi Yesus akan dihadapi juga oleh kita. Karena itulah hidup bersama dan dalam Yesus adalah pergulatan yang membutuhkan waktu. Banyak konflik akan kita alami, sebab daging kita harus disalibkan. Dengan begitu kita tidak lagi menjadi budak nafsu, yakni nafsu akan kekuasaan, cinta, dan keberhasilan. Kita tidak lagi menjadi budak dari egoisme dan cinta diri.

Dengan kata lain, hidup bersama dan dalam Yesus akan memerdekakan diri kita. Mari kita mohon kepada-Nya, semoga kita dikaruniai anugerah tersebut.

* Diolah dari Jean Vanier, Tenggelam ke Dalam Misteri Yesus (Yogyakarta: Kanisius, 2009).