Menjadi Pelaku Sabda

Rabu, 12 Juni 2019 – Hari Biasa Pekan X

173

Matius 5:17-19

“Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi. Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Surga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Surga.”

***

Pernah saya mendapatkan tamu anak-anak dari sekolah nonkatolik. Mereka datang mendapatkan tugas dari sekolah untuk sharing iman dan belajar tentang ajaran agama Katolik. Anak-anak itu sudah menyusun daftar pertanyaan. Salah satu yang ditanyakan kepada saya adalah, “Dalam agama Katolik, bagaimana orang yang berdosa dihukum? Misalnya kalau mencuri, apakah ada hukuman tangannya dipotong?”

Saya menangkap jalan pikiran mereka, dan ke arah mana pembahasan yang diharapkan. Memang dalam agama anak-anak ini, juga dalam Alkitab, ada kumpulan aturan hukum yang antara lain berbicara tentang hal itu. Anak-anak ini pasti memiliki latar belakang pikiran bahwa kesucian terwujud apabila hukum Tuhan dijalankan. Barangkali mereka juga melihat bahwa tampaknya orang Katolik tidak memiliki aturan yang jelas mengenai perkara hidup beragama.

Oleh karena itu, saya menjawab dengan mengajak mereka untuk masuk ke dalam kontemplasi. Saya mengajak mereka untuk membayangkan seandainya hukum mengenai potong tangan itu dijalankan. Jika demikian, tentunya saat ini mereka tidak lagi memiliki tubuh utuh, sebab semua bagian tubuh pasti sudah pernah kita pakai untuk melakukan dosa. Mata kita pakai untuk melihat tontonan yang tidak senonoh; tangan bisa jadi pernah kita pakai untuk mencuri; telinga pernah kita pakai untuk mendengar gosip; lidah sering kita pakai untuk memarahi orang tanpa sebab, dan sebagainya.

Kemudian saya menjawab mereka bahwa dalam Alkitab ada juga ayat yang menuliskan demikian. Namun, orang Katolik memahami ayat tersebut dengan kacamata belas kasih Allah. Orang Katolik dalam memahami ayat tersebut pertama-tama selalu diajak untuk merasakan betapa besar belas kasih Tuhan kepada mereka, sehingga sampai saat ini mereka diberkati untuk memiliki tubuh yang utuh dan sempurna.

Rasul Paulus dalam suratnya kepada umat di Korintus menulis bahwa Allah “membuat kami juga sanggup menjadi pelayan-pelayan dari suatu perjanjian baru, yang tidak terdiri dari hukum yang tertulis, tetapi dari Roh, sebab hukum yang tertulis mematikan, tetapi Roh menghidupkan” (2Kor. 3:4-11, bacaan pertama hari ini).

Demikian juga dalam bacaan Injil hari ini, Yesus bersabda, “Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya.” Yesus menggenapi semua hukum itu, sehingga semuanya menjadi nyata dalam diri-Nya sebagai pernyataan belas kasih Allah.