Merasakan Kemurahan dan Ketulusan Hati Allah

Rabu, 21 Agustus 2019 – Peringatan Wajib Santo Pius

273

Matius 20:1-16a

“Adapun hal Kerajaan Surga sama seperti seorang tuan rumah yang pagi-pagi benar keluar mencari pekerja-pekerja untuk kebun anggurnya. Setelah ia sepakat dengan pekerja-pekerja itu mengenai upah sedinar sehari, ia menyuruh mereka ke kebun anggurnya. Kira-kira pukul sembilan pagi ia keluar pula dan dilihatnya ada lagi orang-orang lain menganggur di pasar. Katanya kepada mereka: Pergi jugalah kamu ke kebun anggurku dan apa yang pantas akan kuberikan kepadamu. Dan mereka pun pergi. Kira-kira pukul dua belas dan pukul tiga petang ia keluar pula dan melakukan sama seperti tadi. Kira-kira pukul lima petang ia keluar lagi dan mendapati orang-orang lain pula, lalu katanya kepada mereka: Mengapa kamu menganggur saja di sini sepanjang hari? Kata mereka kepadanya: Karena tidak ada orang mengupah kami. Katanya kepada mereka: Pergi jugalah kamu ke kebun anggurku. Ketika hari malam tuan itu berkata kepada mandurnya: Panggillah pekerja-pekerja itu dan bayarkan upah mereka, mulai dengan mereka yang masuk terakhir hingga mereka yang masuk terdahulu. Maka datanglah mereka yang mulai bekerja kira-kira pukul lima dan mereka menerima masing-masing satu dinar. Kemudian datanglah mereka yang masuk terdahulu, sangkanya akan mendapat lebih banyak, tetapi mereka pun menerima masing-masing satu dinar juga. Ketika mereka menerimanya, mereka bersungut-sungut kepada tuan itu, katanya: Mereka yang masuk terakhir ini hanya bekerja satu jam dan engkau menyamakan mereka dengan kami yang sehari suntuk bekerja berat dan menanggung panas terik matahari. Tetapi tuan itu menjawab seorang dari mereka: Saudara, aku tidak berlaku tidak adil terhadap engkau. Bukankah kita telah sepakat sedinar sehari? Ambillah bagianmu dan pergilah; aku mau memberikan kepada orang yang masuk terakhir ini sama seperti kepadamu. Tidakkah aku bebas mempergunakan milikku menurut kehendak hatiku? Atau iri hatikah engkau, karena aku murah hati?

Demikianlah orang yang terakhir akan menjadi yang terdahulu.”

***

Bacaan Injil hari ini adalah sebuah perumpamaan yang berkisah tentang pekerja kebun anggur dan upah yang mereka terima. Para pekerja yang telah banting tulang sejak pagi dikisahkan bersungut-sungut ketika menerima upah. Berpegang pada prinsip keadilan, orang-orang ini tidak terima karena upah mereka ternyata sama dengan orang-orang yang hanya bekerja sebentar.

Namun demikian, apakah prinsip itu adalah satu-satunya prinsip keadilan yang ada? Dalam berbagai lingkup kehidupan, prinsip keadilan selalu diterapkan agar tidak terjadi kekacauan dan konflik antar pribadi. Untuk mengukur suatu tindakan itu adil atau tidak adil dipakai berbagai macam prinsip dan teori. Dengan dasar itulah orang atau pihak tertentu dapat menuntut atau melawan suatu tindakan yang dipandang tidak adil. Jadi, mari kita lihat bersama, benarkah tindakan sang majikan dalam perumpamaan ini tidak adil?

Kalau memperhitungkan lamanya seseorang bekerja, pemberian upah dalam perumpamaan ini memang akan terasa tidak adil. Tidak adil bahwa orang yang bekerja lebih lama tidak mendapat upah yang lebih banyak daripada mereka yang bekerja dalam waktu yang pendek. Namun, harus dilihat secara lebih teliti bahwa sejak awal sudah ada kesepatakan tentang upah yang akan diterima. Besaran upah ini sudah disetujui oleh majikan maupun para pekerja. Jika demikian, lalu apa masalahnya? Bukankah sang majikan sudah berlaku adil dengan memberikan upah sebagaimana yang disepakati sebelumnya?

Persoalan rupanya muncul dari kecenderungan untuk membanding-bandingkan diri dengan orang lain. Para pekerja pagi sudah mendapatkan haknya, tetapi ketika melihat upah para pekerja sore, mereka menjadi kesal. Mereka merasa iri karena sang majikan ternyata lebih bermurah hati kepada orang lain. Demikianlah iri hati menjadi akar persoalan yang kadang-kadang diberi dalih keadilan. Inilah realitas dalam kehidupan kita. Melihat kadang menimbulkan rasa iri, sebab dalam diri kita ada keinginan untuk mendapatkan lebih banyak lagi, lebih besar lagi, dan lain sebagainya.

Maka dari itu, masalah dalam perumpamaan ini bukanlah soal terjadinya ketidakadilan. Dengan menceritakan perumpamaan tentang para pekerja di kebun anggur, Yesus hari ini mengajak kita untuk merenungkan sekurang-kurangnya dua hal, yaitu tentang Allah yang murah hati dan tentang ketulusan hati dalam melakukan segala sesuatu. Ketulusan hati semestinya kita perjuangkan, sebab kita sudah terlebih dahulu merasakan ketulusan hati Allah dalam mengasihi kita.