Iman dalam Perbuatan

Kamis, 25 Juni 2020 – Hari Biasa Pekan XII

121

Matius 7:21-29

“Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Surga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di surga. Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!”

“Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu. Tetapi setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan tidak melakukannya, ia sama dengan orang yang bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas pasir. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, sehingga rubuhlah rumah itu dan hebatlah kerusakannya.”

Dan setelah Yesus mengakhiri perkataan ini, takjublah orang banyak itu mendengar pengajaran-Nya, sebab Ia mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli Taurat mereka.

***

Yesus mengingatkan bahwa para nabi palsu akan bernubuat demi nama-Nya, tetapi tidak melakukan kehendak Allah. Berkaitan dengan perilaku para nabi itu, Yesus mengingatkan para murid-Nya tentang bagaimana memasuki Kerajaan Surga. Yang akan masuk ke dalam Kerajaan Surga bukanlah orang yang berseru-seru, “Tuhan, Tuhan.” Kata “tuhan” dapat sekadar berarti panggilan untuk menyebut pribadi yang dihormati, misalnya rabi atau para tua-tua. Sebutan ini dapat ditujukan baik kepada Allah maupun kepada Yesus sendiri. Sesudah kebangkitan-Nya dari antara orang mati, Yesus dipanggil dengan sebutan “Tuhan.” Menyebut Yesus sebagai Tuhan merupakan pengakuan iman akan Yesus yang akan datang sebagai hakim pada akhir zaman.

Namun, sebutan ini juga dapat menunjuk pada cara memanggil Yesus secara antusias, seperti ketika seorang pembicara berusaha meyakinkan dan menarik perhatian pendengar pada kekuatan dan semangat baktinya kepada Yesus. Sambil menyerukan nama Yesus, ada yang bernubuat dan menyatakan bahwa mereka mengajar dengan kuasa dan ilham Yesus sendiri. Pengakuan ini spektakuler, yakni bahwa mereka dapat bernubuat, mengusir setan, dan membuat mukjizat dalam nama Yesus. Tidak perlu heran bahwa orang-orang yang demikian dapat melakukan hal-hal tersebut karena mesias palsu dan nabi-nabi palsu pun dapat melakukan hal yang sama (Mat. 24:24; 2Tes. 2:9, 10).

Banyak orang bernubuat, mengusir setan, dan mengadakan banyak mukjizat demi nama Tuhan. Orang dapat merasa bangga akan hal itu karena merasa dekat dengan Tuhan, sehingga dipercaya untuk mengerjakan hal-hal yang ajaib. Namun, Yesus mengingatkan bahwa semua itu bukan jaminan untuk mendapatkan keselamatan. Dalam setiap nubuat, pengusiran setan, dan mukjizat, Tuhan dapat mempergunakan siapa pun untuk mengerjakannya. Harus diingat bahwa bukan orang itu yang melakukannya, melainkan Tuhan.

Selain itu, orang yang merasa telah melakukan keajaiban demi nama Tuhan belum tentu melakukan kehendak-Nya. Bisa jadi ia melakukannya bukan untuk mengasihi dan melayani sesama yang sedang mengalami kesulitan, tetapi untuk “memamerkan” dirinya. Dengan berbagai cara, mereka membuat sesuatu yang tampak sebagai mukjizat bagi orang lain, supaya orang menilai mereka sebagai orang yang beriman dan akhirnya dapat mengambil keuntungan darinya.

Pada dirinya sendiri tidak ada yang salah dengan memanggil Yesus dengan sebutan “Tuhan,” yakni sebagai pengakuan iman akan Dia. Alasan Yesus menolaknya adalah karena ini hanya bersifat verbal, tidak moral. Pengakuan itu hanya menyangkut bibir, tidak berkaitan dengan hidup mereka. Harus diingat bahwa Iblis pun percaya bahwa hanya ada satu Allah dan gemetar di hadapan-Nya, tetapi tidak melakukan yang dikehendaki oleh Allah (Yak. 2:19). Iblis menyebut Yesus “Yang Kudus dari Allah” (Mrk. 1:24; Luk. 4:34), tetapi berusaha menghalangi pekerjaan yang sedang dilakukan oleh Yesus, yaitu penyelamatan manusia. Orang-orang yang disebut oleh Yesus itu menyebut Dia sebagai “Tuhan,” tetapi tidak pernah mengakui ketuhanan-Nya atau tidak memperlakukan Dia sebagai Tuhan atau tidak melakukan kehendak Bapa-Nya.

Lalu siapa yang layak memasuki Kerajaan Surga? Nasib manusia pada akhirnya tidak terletak pada kata yang diucapkannya kepada Yesus sekarang, atau pada kata yang akan diucapkannya nanti pada akhir zaman, tetapi pada kenyataan: “Apakah ia melakukan apa yang diucapkannya, apakah pengakuan verbalnya disertai dengan ketaatan moral?” Pengakuan akan Yesus sebagai Tuhan harus dibuktikan/dinyatakan dalam perbuatan. Tanpa perbuatan, pengakuan iman itu tidak ada artinya. Iman tanpa perbuatan adalah iman yang mati (Yak. 2:17, 26) dan tidak dapat menyelamatkan (Yak. 2:14). Yang akan masuk ke dalam Kerajaan Surga adalah mereka “yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di surga.”