Balok Apa yang Ada di Mata Kita?

Jumat, 10 September 2021 – Hari Biasa Pekan XXIII

169

Lukas 6:39-42

Yesus mengatakan pula suatu perumpamaan kepada mereka: “Dapatkah orang buta menuntun orang buta? Bukankah keduanya akan jatuh ke dalam lubang?

Seorang murid tidak lebih daripada gurunya, tetapi barangsiapa yang telah tamat pelajarannya akan sama dengan gurunya.

Mengapakah engkau melihat selumbar di dalam mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu sendiri tidak engkau ketahui? Bagaimanakah engkau dapat berkata kepada saudaramu: Saudara, biarlah aku mengeluarkan selumbar yang ada di dalam matamu, padahal balok yang di dalam matamu tidak engkau lihat? Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu.”

***

Ketika masih di seminari tinggi, beberapa frater yang live-in atau “tinggal bersama” dengan anak-anak tunanetra menceritakan pengalaman konyol mereka. Disebut konyol karena mereka beberapa kali tanpa sadar memperlakukan anak-anak tunanetra itu seperti orang pada umumnya. Contohnya, ketika menemukan salah satu kelas lampunya tidak dinyalakan, seorang frater berpikir bahwa anak-anak sengaja tidak menyalakan lampu karena mereka malas untuk belajar. Karena itu, ia pun masuk ke kelas tersebut dan menegur mereka dengan suara keras, “Kenapa kalian tidak menyalakan lampu? Apa kalian tidak mau belajar dan hanya mau tidur di kelas?” Serentak beberapa anak menyahut, “Oh, lampunya mati ya?” Seketika si frater sadar bahwa anak-anak itu tidak memerlukan cahaya lampu untuk membaca. Demikianlah, kita sering menilai dan memperlakukan orang lain mengikuti pikiran kita sendiri.

Dalam perikop hari ini, Yesus mengatakan, “Keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu.” Perkataan Yesus itu menjadi peringatan bagi kita bahwa kita sering lebih mudah menilai dan melihat kekurangan orang lain daripada mengoreksi dan melihat kekurangan sendiri. Yesus menggunakan istilah yang kontras, yakni balok dan selumbar untuk menggambarkan hal tersebut. Balok berkali-kali lipat besarnya dibanding selumbar. Namun, mengapa orang lebih mudah melihat selumbar di mata orang lain daripada balok, yang jauh lebih besar, di mata sendiri?

Yesus menyadari bahwa setiap orang bisa jatuh ke dalam kesalahan dan memiliki kelemahan. Bahkan orang yang baik pun juga memiliki kelemahan. Namun, Tuhan selalu memandang kita masing-masing dengan mata kasih dan kemurahan hati. Tuhan tidak membenci atau mengutuk kita karena kekurangan atau kegagalan kita.

Jadi, balok apa yang ada di mata kita? Apakah kita terbiasa melihat sisi baik dari orang lain, atau sebaliknya melihat sisi buruknya? Apakah kita berani mengubah kebiasaan kita yang suka menilai orang lain?

Marilah berdoa: “Tuhan, jadikanlah kami lebih sadar akan kekurangan kami, agar kami menjadi lemah lembut ketika berurusan dengan orang lain. Tuhan, mampukanlah kami agar seperti Engkau yang menatap orang-orang yang menyebalkan dengan mata kasih dan kemurahan hati.”