Belas Kasihan terhadap Sesama

Senin, 4 Oktober 2021 – Peringatan Wajib Santo Fransiskus Assisi

177

Lukas 10:25-37

Pada suatu kali berdirilah seorang ahli Taurat untuk mencobai Yesus, katanya: “Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?” Jawab Yesus kepadanya: “Apa yang tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang kaubaca di sana?” Jawab orang itu: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Kata Yesus kepadanya: “Jawabmu itu benar; perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup.” Tetapi untuk membenarkan dirinya orang itu berkata kepada Yesus: “Dan siapakah sesamaku manusia?” Jawab Yesus: “Adalah seorang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho; ia jatuh ke tangan penyamun-penyamun yang bukan saja merampoknya habis-habisan, tetapi yang juga memukulnya dan yang sesudah itu pergi meninggalkannya setengah mati. Kebetulan ada seorang imam turun melalui jalan itu; ia melihat orang itu, tetapi ia melewatinya dari seberang jalan. Demikian juga seorang Lewi datang ke tempat itu; ketika ia melihat orang itu, ia melewatinya dari seberang jalan. Lalu datang seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemudian ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya. Keesokan harinya ia menyerahkan dua dinar kepada pemilik penginapan itu, katanya: Rawatlah dia dan jika kaubelanjakan lebih dari ini, aku akan menggantinya, waktu aku kembali. Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?” Jawab orang itu: “Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya.” Kata Yesus kepadanya: “Pergilah, dan perbuatlah demikian!”

***

Pertanyaan ahli Taurat, “Dan siapakah sesamaku manusia?”, dijawab oleh Yesus melalui sebuah cerita yang menarik. Seseorang dirampok oleh penyamun dan tergeletak di tengah jalan dalam keadaan terluka parah. Beberapa saat kemudian, seorang imam, lalu seorang Lewi kebetulan melewati jalan tersebut, namun mereka mengabaikannya. Setelah itu, seorang Samaria lewat. Orang Samaria ini merawat luka-luka korban perampokan itu, membawanya dengan keledai tunggangannya, dan meminta kepada pemilik penginapan untuk merawat orang itu sampai sembuh.

Tindakan orang Samaria itu mengajak kita untuk selalu sadar bahwa kita wajib berbuat kasih terhadap sesama. Sesama kita adalah mereka yang berada di sekitar kita dalam kondisi apa pun. Mungkin kebanyakan dari kita lebih mudah untuk berbuat baik kepada saudara-saudari sendiri, sahabat, atau orang-orang yang sekelompok, seagama, atau sedaerah. Jika demikian, bagaimana dengan mereka yang berada di luar lingkungan kita?

Yang dilakukan oleh orang Samaria itu dapat kita jadikan tolok ukur. Ia tidak sekadar membantu, tetapi juga memastikan bahwa bantuan itu secara efektif sampai kepada yang dibantu. Setelah mengetahui apa saja yang diperlukan oleh orang yang hendak dibantunya, ia pun lalu memberikannya dengan senang hati. Inilah bentuk efektivitas bantuan yang tepat sasaran. Orang Samaria itu menunjukkan bagaimana ia langsung tergerak oleh belas kasihan tanpa pandang bulu: Ia merawat luka-luka orang itu dengan penuh perhatian, menyediakan angkutan, uang, dan tempat penginapan; ia memberi jaminan kepadanya sampai sungguh-sungguh pulih. Bantuan yang konkret dan sesuai dengan kebutuhan sungguh mendatangkan sukacita bagi pihak yang ditolong.

Hati yang tergerak oleh belas kasihan mendorong kita untuk semakin peka akan orang-orang yang membutuhkan pertolongan. Belas kasihan adalah “sarana yang mujarab” dalam relasi dengan sesama. Dengan itu, kita akan melihat sesama sebagai pribadi yang perlu dijaga, sebab kita dan mereka bertumbuh bersama. Belas kasihan membuat kita tergerak untuk peduli terhadap penderitaan orang lain. Belas kasihan adalah pintu menuju persahabatan sejati, kendati kita berasal dari suku, bangsa, dan agama yang berbeda-beda.