Menghadapi Penderitaan

Kamis, 25 November 2021 – Hari Biasa Minggu XXXIV

104

Lukas 21:20-28

“Apabila kamu melihat Yerusalem dikepung oleh tentara-tentara, ketahuilah, bahwa keruntuhannya sudah dekat. Pada waktu itu orang-orang yang berada di Yudea harus melarikan diri ke pegunungan, dan orang-orang yang berada di dalam kota harus mengungsi, dan orang-orang yang berada di pedusunan jangan masuk lagi ke dalam kota, sebab itulah masa pembalasan di mana akan genap semua yang ada tertulis. Celakalah ibu-ibu yang sedang hamil atau yang menyusukan bayi pada masa itu! Sebab akan datang kesesakan yang dahsyat atas seluruh negeri dan murka atas bangsa ini, dan mereka akan tewas oleh mata pedang dan dibawa sebagai tawanan ke segala bangsa, dan Yerusalem akan diinjak-injak oleh bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, sampai genaplah zaman bangsa-bangsa itu.”

“Dan akan ada tanda-tanda pada matahari dan bulan dan bintang-bintang, dan di bumi bangsa-bangsa akan takut dan bingung menghadapi deru dan gelora laut. Orang akan mati ketakutan karena kecemasan berhubung dengan segala apa yang menimpa bumi ini, sebab kuasa-kuasa langit akan guncang. Pada waktu itu orang akan melihat Anak Manusia datang dalam awan dengan segala kekuasaan dan kemuliaan-Nya. Apabila semuanya itu mulai terjadi, bangkitlah dan angkatlah mukamu, sebab penyelamatanmu sudah dekat.”

***

Yesus hari ini masih berbicara tentang parousia. Ia bernubuat tentang kehancuran Yerusalem, bahwa Yerusalem kelak akan dikepung dan dihancurkan. Nubuat itu digenapi tahun 70, ketika Jenderal Titus memimpin pasukan Romawi meruntuhkan Yerusalem dan menghancurkan Bait Allah. Banyak korban berjatuhan. Yerusalem sendiri merupakan salah salah satu penunjuk identitas keyahudian. Yerusalem yang hancur menunjukkan rusaknya identitas orang Yahudi. Mereka sangat bersedih hati karena kehilangan kota kebanggaannya. Kita bisa membayangkan betapa hebat penderitaan mereka tersebut.

Saudara-saudari terkasih, berhadapan dengan penderitaan tentu tidak mudah. Ketika menderita, bukan hanya tubuh kita yang sakit, mental kita pun bergelut. Bisa saja kita menjadi ragu akan cara pandang kita sendiri. Bisa saja kita lalu mempertanyakan kembali keyakinan-keyakinan dasar hidup kita, termasuk mempertanyakan iman dan Tuhan. Tidak jarang orang lalu kehilangan iman dan menolak Tuhan karena tidak bisa mengatasi penderitaannya.

Kita perlu menyadari bahwa penderitaan adalah bagian integral dari hidup manusia. Kerapuhan manusiawi dan keterbatasan dunia sangat memungkinkan membuat kita menderita. Oleh karena itu, kita tidak bisa menolak penderitaan. Namun, kita diajak untuk menerima dan menghadapi penderitaan.

Tentang hal itu, kita bisa belajar dari Daniel (bacaan pertama hari ini, Dan. 6:12-28). Di hadapan penderitaan, Daniel memilih untuk menghadapinya dengan tenang. Ia menerima hukuman dan menjalaninya, tetapi tetap percaya dan berharap kepada Allah. Alhasil, Daniel selamat dari mulut singa tanpa luka sedikit pun.

Marilah kita menerima dan menghadapi penderitaan kita masing-masing dengan tenang.  Doa dan refleksi bisa menjadi kekuatan kita. Doa membuat kita menjadi lebih tenang dan kuat, sedangkan refleksi membuat kita rendah hati dan mampu menemukan makna yang terkandung di balik penderitaan yang kita alami.