Penyembuhan dan Pewartaan

Rabu, 31 Agustus 2022 – Hari Biasa Pekan XXII

226

Lukas 4:38-44

Kemudian Ia meninggalkan rumah ibadat itu dan pergi ke rumah Simon. Adapun ibu mertua Simon demam keras dan mereka meminta kepada Yesus supaya menolong dia. Maka Ia berdiri di sisi perempuan itu, lalu menghardik demam itu, dan penyakit itu pun meninggalkan dia. Perempuan itu segera bangun dan melayani mereka.

Ketika matahari terbenam, semua orang membawa kepada-Nya orang-orang sakitnya, yang menderita bermacam-macam penyakit. Ia pun meletakkan tangan-Nya atas mereka masing-masing dan menyembuhkan mereka. Dari banyak orang keluar juga setan-setan sambil berteriak: “Engkau adalah Anak Allah.” Lalu Ia dengan keras melarang mereka dan tidak memperbolehkan mereka berbicara, karena mereka tahu bahwa Ia adalah Mesias.

Ketika hari siang, Yesus berangkat dan pergi ke suatu tempat yang sunyi. Tetapi orang banyak mencari Dia, lalu menemukan-Nya dan berusaha menahan Dia supaya jangan meninggalkan mereka. Tetapi Ia berkata kepada mereka: “Juga di kota-kota lain Aku harus memberitakan Injil Kerajaan Allah sebab untuk itulah Aku diutus.” Dan Ia memberitakan Injil dalam rumah-rumah ibadat di Yudea.

***

Yesus masih di Kapernaum untuk menjalankan visi dan misi-Nya menghadirkan Kerajaan Allah. Namun, latar kejadian berubah: Dari rumah ibadat ke rumah keluarga. Injil harus dihadirkan di mana saja. Setiap tempat dan kesempatan adalah ajang pewartaan kabar gembira. Di mana ada sakit dan penderitaan, di situ Injil harus dihadirkan.

Ibu mertua Simon Petrus sakit demam. Sebelum ada mikroskop untuk mendeteksi virus dan bakteri, semua sakit dan penyakit dipandang sebagai perbuatan si jahat. Demam atau penyakit itu ulah siapa (roh jahat), bukan apa (virus, bakteri, dan sebagainya). Karena itu, Yesus menghardik demam tersebut. Kata-kata Yesus selalu bertuah, sehingga demam itu pun pergi. Ibu mertua Simon sehat kembali, lalu melayani Yesus dan rombongan-Nya. Yesus menyembuhkan kita agar kita mampu melayani! Mukjizat dan penyembuhan bukan demi pameran dan omongan, melainkan demi pelayanan.

Dari dahulu sampai sekarang, mukjizat selalu menarik massa. Banyak orang datang membawa orang sakit kepada Yesus. Ia menyembuhkan mereka dengan sentuhan tangan-Nya. Sentuhan itu simbol relasi. Relasi dengan Yesus, apa pun cara dan sarananya, pasti akan menyembuhkan manusia. Setan-setan pun mengakui Yesus sebagai Anak Allah. Hanya sang Anak yang mampu menghadirkan Kerajaan Allah secara penuh dan sempurna. Namun, pengakuan itu masih terlalu awal. Massa dapat saja terlena dalam euforia penyembuhan saja. Ada bahaya bahwa misi Yesus dipersempit pada kejayaan, popularitas, dan mukjizat. Itu sebabnya, “pewartaan” setan-setan tersebut harus dibungkam. Belum waktunya identitas Yesus sebagai Mesias dibuka. Kelak, di salib, identitas itu barulah paripurna!

Meskipun orang banyak berupaya menahan-Nya, Yesus tetap meninggalkan mereka. Injil harus terus diwartakan di tempat-tempat yang baru. Yesus juga tahu bahwa popularitas itu berbahaya. Pewarta dapat terlena oleh sanjungan dan tepuk tangan. Itu godaan nyata yang selalu terulang. Karena itu, Yesus pun memberi teladan: Teruslah berpindah-pindah. Wartakan kabar gembira ke tempat-tempat yang berbeda, kepada para pendengar yang berbeda-beda!