Buah Jatuh Tidak Jauh dari Pohonnya

Kamis, 13 Oktober 2022 – Hari Biasa Pekan XXVIII

162

Lukas 11:47-54

“Celakalah kamu, sebab kamu membangun makam nabi-nabi, tetapi nenek moyangmu telah membunuh mereka. Dengan demikian kamu mengaku, bahwa kamu membenarkan perbuatan-perbuatan nenek moyangmu, sebab mereka telah membunuh nabi-nabi itu dan kamu membangun makamnya. Sebab itu hikmat Allah berkata: Aku akan mengutus kepada mereka nabi-nabi dan rasul-rasul dan separuh dari antara nabi-nabi dan rasul-rasul itu akan mereka bunuh dan mereka aniaya, supaya dari angkatan ini dituntut darah semua nabi yang telah tertumpah sejak dunia dijadikan, mulai dari darah Habel sampai kepada darah Zakharia yang telah dibunuh di antara mezbah dan Rumah Allah. Bahkan, Aku berkata kepadamu: Semuanya itu akan dituntut dari angkatan ini. Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat, sebab kamu telah mengambil kunci pengetahuan; kamu sendiri tidak masuk ke dalam dan orang yang berusaha untuk masuk ke dalam kamu halang-halangi.”

Dan setelah Yesus berangkat dari tempat itu, ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi terus-menerus mengintai dan membanjiri-Nya dengan rupa-rupa soal. Untuk itu mereka berusaha memancing-Nya, supaya mereka dapat menangkap-Nya berdasarkan sesuatu yang diucapkan-Nya.

***

Kita mengenal pepatah: “Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya,” yang berarti: Sifat seorang anak tidak akan jauh berbeda dari orang tuanya. Serupa dengan itu, dalam Injil, dikenal ungkapan: “Tidak ada pohon yang baik yang menghasilkan buah yang tidak baik, dan juga tidak ada pohon yang tidak baik yang menghasilkan buah yang baik” (Luk. 6:43). Artinya kurang lebih sama, yaitu bahwa sesuatu yang baik pasti akan melahirkan hal yang baik pula, dan sebaliknya, sesuatu yang tidak baik pasti akan melahirkan hal yang tidak baik pula.

Hari ini, masih dalam konteks kecaman terhadap orang Farisi dan para ahli Taurat, Yesus mengkritik keras pembangunan makam para nabi oleh lawan-lawan-Nya itu. Mereka mengira bahwa pembangunan monumen-monumen tersebut merupakan tanda kasih dan hormat mereka terhadap para nabi sebagai utusan-utusan Allah. Namun, mereka lupa bahwa nabi-nabi itu dibunuh oleh nenek moyang mereka sendiri. Sekarang, mereka pun memusuhi Yesus yang datang dari Allah dan menginginkan kematian-Nya.

Jadi, apa gunanya mereka membangun makam para nabi? Orang-orang itu sebenarnya telah menunjukkan bahwa mereka berkelakuan sama dengan nenek moyang mereka: Sama-sama pembunuh, sama-sama penuh dengan kejahatan! Hal itu sangat disayangkan, sebab orang Farisi dan para ahli Taurat adalah pakar-pakar agama yang seharusnya memahami dengan baik kehendak Allah. Berbeda dengan orang kebanyakan, mereka lebih tahu tentang Allah. Namun, tahu tentang Allah ternyata tidak otomatis mengasihi Dia.

Karena itu, perihal hidup beragama, perikop ini menasihati kita untuk tidak menilai orang secara lahiriah. Di luar tampak saleh, tetapi batinnya belum tentu seputih kapas. Kepada para pemimpin agama, perikop ini memberi peringatan keras. Mereka harus hidup baik agar menjadi teladan yang baik juga bagi umat. Jangan tergoda untuk melakukan penyelewengan, jangan pula lupa akan tanggung jawab mereka yang besar untuk membina hidup rohani umat.