Saat Disapa, Saat Dipulihkan

Selasa, 15 November 2022 – Hari Biasa Pekan XXXIII

62

Lukas 19:1-10

Yesus masuk ke kota Yerikho dan berjalan terus melintasi kota itu. Di situ ada seorang bernama Zakheus, kepala pemungut cukai, dan ia seorang yang kaya. Ia berusaha untuk melihat orang apakah Yesus itu, tetapi ia tidak berhasil karena orang banyak, sebab badannya pendek. Maka berlarilah ia mendahului orang banyak, lalu memanjat pohon ara untuk melihat Yesus, yang akan lewat di situ. Ketika Yesus sampai ke tempat itu, Ia melihat ke atas dan berkata: “Zakheus, segeralah turun, sebab hari ini Aku harus menumpang di rumahmu.” Lalu Zakheus segera turun dan menerima Yesus dengan sukacita. Tetapi semua orang yang melihat hal itu bersungut-sungut, katanya: “Ia menumpang di rumah orang berdosa.” Tetapi Zakheus berdiri dan berkata kepada Tuhan: “Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat.” Kata Yesus kepadanya: “Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini, karena orang ini pun anak Abraham. Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang.”

***

Zakheus adalah seorang kepala pemungut cukai. Kita bisa membayangkan bahwa hartanya berlimpah dan kekuasaannya besar. Namun, ada sesuatu yang lain, yang bisa kita rasakan dalam hidup Zakheus: Ia kesepian. Pekerjaan yang dilakukannya dianggap memihak penjajah dan merugikan orang-orang sebangsanya. Karena itu, dia dijauhi dan disingkirkan oleh masyarakat.

Kesepian banyak juga ditemui pada manusia zaman ini. Kecanggihan teknologi dan media sosial tidak membuat kita bisa mengalahkan kesepian begitu saja. Kesepian membuat kita semakin terasing dan jauh satu sama lain. Ada kerinduan akan perjumpaan yang sungguh-sungguh, sebagaimana halnya Zakheus yang amat rindu untuk disapa dan diperlakukan sebagai saudara.

Yesus mengalahkan kesepian dengan sapaan. Ia ingin membangun relasi personal yang otentik dengan Zakheus. Yesus ingin memulihkan martabat Zakheus dan mengajak Zakheus menemukan sukacita sejati.

Kita diundang untuk memasuki ruang perjumpaan personal yang otentik. Ruang perjumpaan yang otentik haruslah ruang yang menyentuh hati, menciptakan kesempatan bagi kita untuk saling mendengarkan, saling menatap, hadir satu sama lain, lebih dari sekadar postingan yang kita buat di media sosial. Ruang perjumpaan yang personal membuat kita semakin peka akan kehadiran Yang Ilahi.

Apakah kita mau menyapa? Apakah kita mau disapa?