Mengenakan Tuhan Yesus Kristus

Minggu, 27 November 2022 – Hari Minggu Adven I

361

Roma 13:11-14a

Hal ini harus kamu lakukan, karena kamu mengetahui keadaan waktu sekarang, yaitu bahwa saatnya telah tiba bagi kamu untuk bangun dari tidur. Sebab sekarang keselamatan sudah lebih dekat bagi kita dari pada waktu kita menjadi percaya.

Hari sudah jauh malam, telah hampir siang. Sebab itu marilah kita menanggalkan perbuatan-perbuatan kegelapan dan mengenakan perlengkapan senjata terang! Marilah kita hidup dengan sopan, seperti pada siang hari, jangan dalam pesta pora dan kemabukan, jangan dalam percabulan dan hawa nafsu, jangan dalam perselisihan dan iri hati. Tetapi kenakanlah Tuhan Yesus Kristus sebagai perlengkapan senjata terang.

***

Masa Adven telah tiba. Hari ini warna ungu mendominasi seisi gereja dan sebuah lilin akan dinyalakan, tanda bahwa masa penantian kedatangan Tuhan telah dimulai. Keberadaan Masa Adven dalam liturgi Gereja sungguh sangat bagus. Selama empat pekan, Gereja menghimpun umat untuk bersama-sama mengikuti retret yang panjang. Semua diajak untuk merenung, apakah masing-masing dalam hidupnya sudah memberi tempat yang layak bagi Tuhan. Jika belum, kita diajak untuk bersih-bersih diri agar pantas menyambut kehadiran Tuhan yang berkenan mengunjungi kita.

Sebagai bacaan kedua dalam perayaan Ekaristi hari ini, kita merenungkan Rm. 13:11-14a. Perikop ini merupakan bagian dari Rm. 12:1 – 13:14 yang berisi sejumlah nasihat mengenai kehidupan baru. Paulus di sini menegaskan bahwa Taurat tidak lagi dapat dilihat sebagai dasar maupun acuan dalam hidup jemaat. Hidup kaum beriman harus berdasarkan kasih. Kasih akan membuat mereka saling menguatkan satu sama lain, dan dengan demikian menikmati hidup yang damai. Rm. 13:11-14a sendiri merupakan ayat-ayat penutup. Setelah secara panjang lebar memberi nasihat, Paulus menjelaskan alasan yang mendasari nasihat-nasihatnya itu. Alasannya tidak lain adalah keselamatan yang sudah mendekat.

Paulus menyerukan agar jemaat bangun dari tidur. Bangun tidur adalah saat peralihan dari malam menjadi siang, dari gelap menjadi terang, dari terlelap menjadi terjaga, dari keadaan tidak sadar menjadi sadar. Kontras tersebut dikemukakan Paulus dalam seruannya ini, disertai kontras yang lain, yakni “menanggalkan dan mengenakan”. Malam yang selalu berkonotasi gelap dipahami sebagai masa lalu manusia yang penuh dengan kelemahan, dosa, dan kejahatan. Karena saat kedatangan Tuhan sudah mendekat, jemaat tidak boleh lagi melakukan kompromi dengan hal-hal negatif itu. Mereka harus menanggalkan perbuatan-perbuatan kegelapan. Secara konkret, Paulus menyebut enam contoh tindakan yang harus dihindari jemaat, yakni pesta pora, bermabuk-mabukan, percabulan, hawa nafsu, perselisihan, dan iri hati.

Sebagai gantinya, jemaat diminta “mengenakan perlengkapan senjata terang”. Terang melambangkan zaman baru yang ditandai oleh kehadiran Tuhan. Agar jemaat diperkenankan menikmati saat yang krusial itu sebagai berkat, hidup harus diperbaiki. Kedatangan Tuhan punya implikasi moral dan etis! Karena itu, mereka harus “hidup dengan sopan, seperti pada siang hari”. Ini untuk mengatakan bahwa tingkah laku jemaat haruslah bermartabat dan tidak memalukan.

Bagaimana caranya agar mereka bisa berlaku demikian? “Kenakanlah Tuhan Yesus Kristus,” kata Paulus dengan tegas. Paulus tahu, jemaat Roma telah mengenakan Tuhan Yesus Kristus karena mereka telah dibaptis. Namun, ia meminta agar mereka memperbarui diri secara terus-menerus agar jangan kalah oleh keinginan daging, yakni segala keinginan dan tingkah laku yang bertentangan dengan bimbingan Allah. Jemaat sungguh “mengenakan Tuhan Yesus Kristus” secara konsisten kalau mereka setia mengusahakan hidup moral yang baik dan menjaga diri agar tidak melakukan hal-hal yang memalukan. “Mengenakan Tuhan Yesus Kristus” dengan demikian berarti membiarkan seluruh diri kita dijiwai oleh-Nya.

Bacaan kedua ini kabarnya menjadi inspirasi bagi Santo Agustinus untuk bangkit meninggalkan lembaran hidupnya yang kelam. Di sebuah taman di Milan, Italia, Agustinus membaca dan merenungkan perikop ini. Ia pun tersentuh, hingga akhirnya tergerak untuk bertobat. Kita pun diharapkan mengalami hal serupa, teristimewa pada Masa Adven ini. Melalui pembaptisan, kita telah dipindahkan ke dunia yang baru. Sikap dan tingkah laku kita harus sesuai dengan pola hidup di dunia yang baru, yakni dengan selalu bersikap positif dan mengedepankan kasih. Dengan begitu ketika Tuhan datang, Ia akan menjumpai diri kita siap sedia menyambut kehadiran-Nya.