Mengusahakan Damai

Jumat, 9 Desember 2022 – Hari Biasa Pekan II Adven

80

Matius 11:16-19

“Dengan apakah akan Kuumpamakan angkatan ini? Mereka itu seumpama anak-anak yang duduk di pasar dan berseru kepada teman-temannya: Kami meniup seruling bagimu, tetapi kamu tidak menari, kami menyanyikan kidung duka, tetapi kamu tidak berkabung. Karena Yohanes datang, ia tidak makan, dan tidak minum, dan mereka berkata: Ia kerasukan setan. Kemudian Anak Manusia datang, Ia makan dan minum, dan mereka berkata: Lihatlah, Ia seorang pelahap dan peminum, sahabat pemungut cukai dan orang berdosa. Tetapi hikmat Allah dibenarkan oleh perbuatannya.”

***

Apa yang sebenarnya kita cari dalam hidup ini? Sering kali pertanyaan itu terlontar dalam lubuk hati sembari melihat perjalanan yang telah ditempuh selama ini. Tentu saja, dengan iman yang benar, jawabannya merujuk pada pencarian dan penemuan kehendak Allah di dunia. Untuk sampai ke sana, orang perlu memiliki keterbukaan hati dan kepekaan batin guna menangkap suara Tuhan. Memang aneka kepuasan duniawi boleh kita dapatkan, misalnya prestasi, jabatan, maupun obsesi-obsesi diri. Namun, jika elemen itu saja yang diprioritaskan, bisa jadi kita akan jatuh pada kehidupan yang sementara, dalam arti hanya mengandalkan kehidupan di dunia ini, tidak pernah memikirkan dunia setelah kematian.

Karena itu, perlulah kita menyeimbangkan ritme kehidupan kita sehari-hari dengan rencana ilahi. Ada orang yang tampaknya kurang berhasil secara duniawi, tetapi ternyata dia mempunyai iman yang teguh kepada Tuhan sehingga segala mimpinya bisa tercapai. Itu menjadi bukti betapa kuasa Tuhan lebih sempurna daripada segala bentuk usaha manusiawi yang selama ini mungkin dijadikan satu-satunya andalan.

Yesus mengajarkan tentang kecermatan budi dan batin sebagai fondasi hidup beriman. Orang beriman harus mempunyai karakter seorang abdi Allah. Artinya, dia harus selalu hidup dalam jalur yang Tuhan kehendaki. Dalam Masa Adven ini, misalnya, ia aktif mempersiapkan diri menyambut kelahiran Tuhan secara rohani dengan rutin bermenung dan melakukan pertobatan. Ini akan membawa orang menuju Natal yang sejati, di mana ia akan pembaruan hidup secara integral. Jadi, Natal yang sejati bukanlah seremoni yang hiruk pikuk dan wahana pesta, melainkan momen yang membawa transformasi positif menuju hidup baru. Kita menantikan kelahiran Tuhan, tetapi pada akhirnya kita sendiri ikut dilahirkan secara baru dalam iman yang hidup.

Membersihkan budi dan batin merupakan bukti keseriusan menanggapi Natal. Kita harus peka akan hadirnya suara Tuhan yang setiap hari menemani perjalanan dan rutinitas kita. Jika setiap orang mampu mencapai keseimbangan dan kematangan nurani yang demikian, kehidupan ini akan melulu diisi oleh kedamaian. Bukankah damai adalah impian kita semua? Mari kita wujudkan impian kita itu dengan menjalankan rencana keselamatan Allah bagi kita masing-masing. Tuhan memberkati.