Percaya seperti Abraham

Senin, 23 Oktober 2023 – Hari Biasa Pekan XXIX

86

Roma 4:20-25

Tetapi terhadap janji Allah ia tidak bimbang karena ketidakpercayaan, malah ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah, dengan penuh keyakinan, bahwa Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan. Karena itu hal ini diperhitungkan kepadanya sebagai kebenaran. Kata-kata ini, yaitu “hal ini diperhitungkan kepadanya,” tidak ditulis untuk Abraham saja, tetapi ditulis juga untuk kita; sebab kepada kita pun Allah memperhitungkannya, karena kita percaya kepada Dia, yang telah membangkitkan Yesus, Tuhan kita, dari antara orang mati, yaitu Yesus, yang telah diserahkan karena pelanggaran kita dan dibangkitkan karena pembenaran kita.

***

Bacaan pertama kita hari ini berbicara tentang janji Allah kepada Abraham dan tentang sikap Abraham terhadap janji itu. Allah menilai Abraham sebagai orang benar karena percaya kepada-Nya. Kemudian Paulus menerapkan penilaian Allah terhadap Abraham itu pada orang-orang yang percaya kepada Yesus.

Kepada Abraham, Allah berjanji bahwa ia akan menjadi bapa banyak bangsa. Janji ini sebenarnya aneh karena disampaikan kepada Abraham yang sudah berumur 75 tahun dan istrinya yang sudah berumur 65 tahun. Sebenarnya Abraham tidak mempunyai dasar untuk berharap bahwa ia akan mempunyai banyak keturunan. Namun, ia tetap percaya kepada Allah. Sampai menjelang umur 100 tahun, Abraham tetap percaya pada janji Allah. Walaupun tubuhnya telah menjadi lemah karena usia yang sangat lanjut, imannya tidak menjadi lemah.

Abraham tetap percaya bahwa Allah akan memenuhi janji-Nya, walaupun menurut pemahaman manusia, tidak mungkin ia mempunyai keturunan. Terhadap janji Allah yang tampak mustahil itu, Abraham tidak bimbang. Ia percaya bahwa Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah dijanjikan-Nya. Bukanlah soal yang berat bagi Allah untuk membuat Sara yang usianya sudah lanjut itu dapat melahirkan anak. Dia yang menciptakan manusia pasti berkuasa pula untuk membuat istri Abraham itu mempunyai anak. Karena percaya kepada Allah dalam situasi yang tanpa harapan, Allah memperhitungkan kepercayaan Abraham itu sebagai kebenaran. Ia dipandang benar oleh Allah karena percaya sepenuhnya kepada-Nya.

Tidak hanya berlaku untuk Abraham, Allah juga memandang benar orang-orang yang percaya kepada Kristus. Orang yang percaya kepada Kristus mengimani bahwa Allah telah membangkitkan Kristus dari antara orang mati, serta bahwa Yesus telah diserahkan untuk membersihkan kita dari dosa, sehingga kita menjadi orang benar di hadapan Allah dan layak untuk bangkit bersama Kristus.

Kepercayaan seperti yang ada pada Abraham itulah yang harus dimiliki oleh orang yang percaya kepada Kristus, yakni berharap sepenuhnya kepada Allah dan percaya bahwa Allah sanggup melakukan apa pun yang dikehendaki-Nya. Nyatanya kita sudah ada dan hidup di dunia ini, dan akan tiba saatnya raga kita mati, tetapi jiwa kita tetap hidup. Kita memercayakan diri sepenuhnya kepada Allah yang berkuasa untuk membangkitkan kita dari kematian dan memberikan kehidupan abadi kepada kita. Dia yang berkuasa untuk membuat kita ada di dunia ini berkuasa juga untuk memberikan keabadian kepada kita. Apa yang harus kita lakukan supaya dapat menikmati kehidupan abadi? Kepercayaan yang sejati bukanlah soal kata, melainkan soal tindakan.

Kehidupan Abraham menjadi contoh bagaimana menjalani hidup sebagai orang percaya. Karena percaya kepada Allah, Abraham meninggalkan negerinya untuk pergi ke negeri yang ditunjukkan oleh-Nya. Lebih dari itu semua, Abraham menerima kehendak Tuhan yang menyuruhnya mengurbankan Ishak, anak yang justru dijanjikan oleh Allah. Orang yang percaya bahwa Allah mengasihi dia dengan memberikan Kristus untuk membersihkannya dari dosa akan hidup menurut kehendak-Nya. Wujud nyata dari kepercayaannya itu adalah melawan kecenderungan untuk berdosa dan tidak membiarkan diri dikendalikan oleh dosa. Ia menyesal ketika jatuh ke dalam dosa dan secepatnya meninggalkan dosa tersebut.