Antara Dosa dan Akal Budi

Jumat, 27 Oktober 2023 – Hari Biasa Pekan XXIX

120

Roma 7:18-25a

Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik. Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat. Jadi jika aku berbuat apa yang tidak aku kehendaki, maka bukan lagi aku yang memperbuatnya, tetapi dosa yang diam di dalam aku.

Demikianlah aku dapati hukum ini: jika aku menghendaki berbuat apa yang baik, yang jahat itu ada padaku. Sebab di dalam batinku aku suka akan hukum Allah, tetapi di dalam anggota-anggota tubuhku aku melihat hukum lain yang berjuang melawan hukum akal budiku dan membuat aku menjadi tawanan hukum dosa yang ada di dalam anggota-anggota tubuhku. Aku, manusia celaka! Siapakah yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini? Syukur kepada Allah!

***

Dalam bacaan pertama hari ini, Paulus berbicara tentang keadaan dirinya ketika berhadapan dengan dosa. Dalam dirinya memang ada kehendak untuk melakukan hal-hal yang baik, tetapi dalam dirinya juga ada kecenderungan untuk melakukan apa yang jahat. Ia menghendaki melakukan hal-hal yang baik, tetapi justru yang tidak dikehendakinyalah yang diperbuatnya, yaitu hal-hal yang jahat. Memang, selama hati nurani seseorang masih berfungsi dengan baik dan tidak sesat, dalam dirinya ada keinginan untuk melakukan hal-hal yang baik dan yang benar. Ia bisa membedakan yang benar dan yang salah. Hati nurani mengingatkan orang ketika hendak melakukan hal-hal yang jahat. Namun, mengapa manusia kemudian justru melakukan yang jahat?

Paulus menjelaskan, “Jika aku berbuat apa yang tidak aku kehendaki, maka bukan lagi aku yang memperbuatnya, tetapi dosa yang diam di dalam aku.” Paulus menggambarkan dosa sebagai pribadi yang tidak kelihatan, yang ada di dalam diri manusia dan menguasainya. Dosa menguasai manusia dan mengendalikan anggota-anggota tubuhnya. Dosa menggunakan dan menggerakkan anggota-anggota tubuh manusia untuk melakukan apa yang dikehendakinya. Akibatnya, manusia tidak melakukan hal-hal baik yang dikehendakinya, tetapi justru melakukan hal-hal jahat yang dikehendaki oleh dosa. Paulus menggambarkan situasi ini seperti situasi seorang tawanan. Ia tidak dapat mengikuti keinginannya sendiri, tetapi hanya dapat menuruti keinginan orang yang menawannya.

Tuhan mengaruniakan tubuh kepada setiap manusia yang hidup di dunia ini. Namun, tubuh itu dikuasai oleh dosa, sehingga manusia seolah tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri. Manusia baru akan lepas dari tubuh yang dikuasai oleh dosa pada waktu kematian. Raganya mati dan sejak saat itu tubuhnya tidak dapat lagi digunakan oleh dosa untuk melakukan kemauannya. Namun, selama manusia masih hidup dengan tubuhnya, ia tetap harus memberikan perlawanan terhadap dosa supaya dapat melakukan kehendak Allah.

Untuk itu, Allah memberikan kepada kita akal budi yang sanggup membuat pertimbangan dan membedakan mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan mana yang jahat. Dengan akal budi, kita juga dapat melihat lebih lanjut dampak dari semua perbuatan kita, baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain. Perbuatan baik akan membawa dampak yang baik bagi diri sendiri dan bagi orang lain, sedangkan perbuatan yang jahat akan memberikan dampak yang buruk bagi diri sendiri dan bagi orang lain. Dengan akal budi yang dikaruniakan oleh Allah, manusia dapat mengambil keputusan untuk memilih yang baik dan benar, lalu membangkitkan kehendak untuk berani melakukannya.