Hakikat Sebuah Persahabatan

Rabu, 10 Februari 2021 – Peringatan Wajib Santa Skolastika

89

Markus 7:14-23

Lalu Yesus memanggil lagi orang banyak dan berkata kepada mereka: “Kamu semua, dengarlah kepada-Ku dan camkanlah. Apa pun dari luar, yang masuk ke dalam seseorang, tidak dapat menajiskannya, tetapi apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya.” [Barangsiapa bertelinga untuk mendengar hendaklah ia mendengar!]

Sesudah Ia masuk ke sebuah rumah untuk menyingkir dari orang banyak, murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya tentang arti perumpamaan itu. Maka jawab-Nya: “Apakah kamu juga tidak dapat memahaminya? Tidak tahukah kamu bahwa segala sesuatu dari luar yang masuk ke dalam seseorang tidak dapat menajiskannya, karena bukan masuk ke dalam hati tetapi ke dalam perutnya, lalu dibuang di jamban?” Dengan demikian Ia menyatakan semua makanan halal. Kata-Nya lagi: “Apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya, sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan. Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang.”

***

Perjamuan makan adalah sebuah tindakan persahabatan. Dengan makan bersama, kita bisa berbagi dan mengenal teman-teman kita. Di dalam acara makan bersama pun keluarga bisa saling mendengarkan dan berbagi. Kegiatan ini bukan hanya sekadar memamah atau memasukkan makanan ke dalam tubuh kita. Ironisnya, dalam bacaan Injil hari ini, orang-orang Farisi mengkritik tindakan persahabatan itu dengan mengatasnamakan hukum. Mereka bahkan menajiskan makanan yang dimakan.

Yesus kembali mengingatkan bahwa makan adalah sarana, sedangkan pribadi yang diajak makan adalah tujuan dari sebuah perjumpaan. Oleh karena itu, Yesus mengatakan bahwa yang menajiskan adalah hal yang keluar dari manusia, bukan yang dimasukkan seperti makanan. Yesus mengajak kita untuk melihat apa itu sarana dan apa itu tujuan. Terkadang diri kita membolak-balikkan itu: Tujuan dijadikan sarana, sedangkan sarana dijadikan tujuan.

Kita melihat diri kita sebagai pribadi bebas yang bisa menentukan nilai dan keutamaan. Keutamaan itu terlihat dari pilihan-pilihan dan tindakan kita. Kita diajak untuk melampaui segala sesuatu yang kita lihat, kita rasa, dan kita pahami. Agar bisa melakukannya, lihatlah semua pengalaman dan peristiwa dari kacamata Allah sendiri.

Bacaan Injil hari ini mengajak kita memahami bahwa “persahabatan di seputar meja makan” bukan hanya sekadar makanan atau tindakan makan yang sesuai hukum atau tidak. Marilah hari ini kita memohon rahmat Tuhan supaya kita bisa memandang segalanya dari sisi Allah sendiri.